Senin, 26 Mei 2008

Jam 23.15 hari Jum’at 23 Mei 2008


Pas saat itu, saya melihat siaran Metro TV. Sedang ada pengumuman kenaikan harga BBM yang akhir-akhir ini marak di tentang banyak kalangan. Dari Sang Mahasiswa, LSM, bahkan beberapa Kepala Daerah, beberapa Anggota DPRD, apalagi masyarakat umum dengan membawa nama front masing-masing.

Aksi keprihatinan tidak berguna lagi. Pemerintah merem. Tidak melihat atau tidak mau melihat. Atau mungkin kita yang kurang melihat ?

Harga minyak dunia memang tinggi. Kita butuh langkah strategis. Kita.....K...I...T...A. sekali lagi K...I...T...A, kita. Bukan hanya rakyat yang harus mengkekang perut, tapi juga pemerintah harus lebih awas dan kritis terhadap perubahan yang ada.

Pak, saya mbayar sampeyan jadi pejabat, buat mikirin kita, untuk membuat hidup kita lebih mudah, bukan ngruwetin hidup yang sudah super ruwet.

Gambar di atas adalah foto tukang emis di satu daerah di Jawa Timur. Saya tidak tahu mereka nonton TV atau tidak. Kalau mereka nonton TV, mereka pasti lebih memperkuat lapak mereka di pinggir jalan memutar itu. Tahu kenapa? Karena jumlah komunitas ini akan segera bertambah. SEGERA bertambah.

Terakhir saya melihat keberadaan mereka (sekitar tahun 1998), mereka ada di setiap tikungan. Entah saat ini. Mungkin besok setiap 3 meter sudah ada tukang emis-nya.

BLT? Saya tidak yakin mereka mendapat jatah itu. Kenapa? Karena saya yakin mereka nggak punya KTP.

BLT? Enak bener. Aldo (bukan nama sebenarnya) teman saya berkomentar. Dia tidak punya pekerjaan alias pengangguran murni. Punya KTP, surat keterangan miskin pun dia punya, makan di warteg, ”Cukuplah...!” dia bilang.

”Do...Do..., kamu bukannya cari kerjaan malah seneng banget terima BLT...” umpatku

”Lha di kasih..., ya diterima. Ini yang namanya rejeki, Ndri...!” jawabnya sambil nyengir & menghisap Marlboro-nya.

---

Satu sisi kita memang harus menerima niat baik pemerintah, untuk membedakan mana orang-orang kaya, yang punya mobil, yang punya motor, dengan masyarakat yang hanya punya nafas.

Tapi di sisi lain, jangan sampai bantuan yang sudah di release oleh pemerintah menjadi candu bagi rakyat yang hanya punya nafas itu. Terutama manusia yang masih sedikit umurnya. Manusia macam ini harus banyak bergerak, agar energi kinetisnya bisa diubah menjadi uang dimana uang inilah yang akan menjadi starting point untuk mereka selalu bergerak dan kecanduan untuk mengubah energi kinetis tadi menjadi energi spirit. Energi spirit ini bisa digunakan untuk menghasilkan energi kinetik, begitu seterusnya. Bersinergi.

Selasa, 13 Mei 2008

i n d o n e s i a ... ku (?)

Cikarang.- Semakin hari semakin ngeri saja.

Indonesia yang beragam, baik dari budaya hingga kehidupan beragamanya. Sangat beragam.

Indonesia yang demokrasi, semuanya didemokrasikan. Sampai-sampai yang namanya agamapun didemokrasikan.

Semakin hari semakin ngeri saja saya hidup di Indonesia. Jaminan hidup layak di atas tanah ini saja semakin hari semakin tepis, apalagi jaminan hidup akhiratnya.

Harga minyak sudah pasti dinaikkan. Harga minyak inilah yang menjadi automatic switch bagi kenaikan harga komoditi yang lain. Terutama yang namanya kepentingan perut.

Yang paling tidak bisa diterima akal sehat itu adalah agama yang didemokrasikan. Tengok saja gosip aktual akhir-akhir ini. Ahmadiyah, yang punya nabi terakhir yang namanya ghulam ahmad, yang sudah jelas menistakan agama ISLAMnya orang sedunia masih ada yang bilang bahwa semua harus dimusyawarahkan. Bahkan orang-orang yang sebelumnya sangat saya hormati karena tokoh itu dinilai memahami ketauhid-an, malah pasang badan dan memberi pernyataan yang sangat lucu. “Siapa bilang Ahmadiyah itu sesat?”, begitu katanya. Dan orang ini memang sudah lucu meskipun tidak diparodikan.

Saya setuju dengan apa yang dinyatakan oleh seorang tokoh Islam yang nggenah yang masih tersisa di Indonesia. “Kalau nggak nyathut nama Islam, mungkin orang Islam juga nggak merasa terganggu. Tapi yang dicathut itu Islam, ya jadinya jelas sesat.”

Dalam syahadat sudah jelas.

Belum lagi beberapa kyai dari Jawa Timur mendatangi MUI untuk mengadakan pembelaan terhadap Ahmadiyah. Lebih-lebih lagi bawa-bawa nama Nyi Roro Kidul. Salah satu kyai itu ngomong bahwa orang-orang kita aja masih percaya sama yang namanya Nyi Roro Kidul, kenapa Ahmadiyah harus dihancukan sedangkan yang percaya Nyi Roro Kidul nggak, kan nggak adil.

Dalam hati saya ngikik…lha wong Kyai Gurunya begitu ya muridnya bakal kayak gitu juga. Rupanya Kyai itu memuja Nyi Roro Kidul (Na’udzubillah). Itu artinya dia menduakan Alloh Azzawajallah. Dan dia rupanya juga nggak ngerti produk budaya dan mana yang produk agama. Itu Kyai lo…Mimpin pondok lo…(nggak tahu pondok pesantern atau pondok putri, yang penting pondok)

Belum lagi yang namanya jaringan islam liberal (jil). Orang Islam model ini klaimnya modern dan demokratis. Penuh akal-akalan. Pokoknya akal di depan. Bagi saya kaum ini adalah kaum keblinger. Kepinteren. Pola pikirnya malik. Memang cocok kalau disebut kepinteren, soalnya selalu minteri orang, apa lagi orang yang beragamanya bersifat personal fanatisme, super males menjalankan ibadah, tapi…bajunya keren, berdasi, pakai jas, keluaran Universitas Terkemuka, baik Indonesia maupun jebolan Negara sekuler. Herannya banyak di antara mereka itu belajar Islam dari Negara Super Sekuler, bukan belajar agama dari Negara Ibu dari agama itu.

Di jaringan inipun, oang yang sangat saya hormati sebelumnya itu juga pasang badan. Sekali lagi orang ini memang sudah lucu meski bukan lulusan audisi lawak nasional.


Miris hati ini.
Di jaman saya, keruwetan hidup sudah teramat sangat. Di jaman saya ini keruwetan kepercayaan noda menodai. Bagaimana dengan jaman anak saya nanti?

Apakah jawabannya adalah hijrah?
Pindah dari negeri ini?
Ke negeri orang yang mana yang paling cocok?
Bukan hanya cocok agamanaya, tapi cocok segalanya. Hidup dunia dan akhiratnya.

Kita seperti jadi bahan tertawaan kaum kafir.

Sepertinya, pemerintahan SBY-JK mendapat cobaan yang sangat berat. Pemerintahan ini dihadapkan pada 2 hal sulit yang saling bertolak belakang. UUD ’45 & Agama. Agama di dalam UUD ‘45, bukan UUD ’45 di dalam agama. Bila SKB 3 menteri di release, itu artinya pemerintahan ini konsisten terhadap agama dan akan dianggap tidak konsisten dengan UUD ’45 oleh para Nasionalis. Bila pemerintahan ini membiarkan Ahmadiyah mengakar di Indonesia, itu artinya pemerintahan ini tidak konsisten terhadap agama dan lebih memilih membela UUD ’45 yang jelas tidak akan konsisten sepanjang jaman.

Indonesia…Indonesia…

Ya Alloh, Muliakanlah negeri ini bila negeri ini membawa kemaslahatan bagi seluruh kehidupan di dunia dan akhirat. Namun bila negeri ini memang hanya membawa keburukan di segala sisi, mungkin tenggelamnya negeri ini lebih berarti daripada adanya.

Semoga Alloh memberikan jalan terbaik bagi eksistensi negeri ini. Indonesia…