Jumat, 31 Oktober 2008

Menyusun Impian Sambil Jalan

Hari ini saya berkesempatan untuk delivery ke Cikampek menggantikan 1 driver yang resign. Hari jum’at ini saya sholat Jum’at di Masjid At Taubah Rest Area KM57 Karawang Timur.

Saya melihat begitu banyak orang-orang berusia matang dan hidup seakan mapan. Usia sudah bisa dipastikan di atas 50 tahun. Seseorang dengan usia segitu dengan rambut sudah abu-abu meski tidak seluruhnya putih. Dengan t-shirt & jeans bergaya casual sambil on line dengan anaknya yang berada di Bandung.

Melihat orang seperti ini, pikiran saya jadi melayang...hari tua saya nanti, apakah berkesempatan untuk seperti mereka. Matang secara pemikiran, mapan secara finansial.

Saya tersenyum sendiri sambil memasang sepatu setelah sholat Jum’at berjama’ah.

Sambil melangkah menuju Inova hitam B 882 TO, pikiran saya masih tertuju pada orang tua itu. Yang membuat saya sedikit berpaling adalah suara perut saya yang sudah...minta diisi dan tenggorokan yang kering karena terik matahari minta disirami.

Saya masuk ke gerai Circle K yang ada di sana. Beli Roti Sobek dari Sari Roti dan Zestea dari Tang Mas. Keluar dari gerai Circle K, saya ketemu lagi dengan bapak itu. Kali ini dia bersama istrinya yang berjilbab yang baru selesai sholat Dhuhur. Mereka duduk di samping gerai itu. Sang ayah masih on line.

Senyum yang mengembang dari sepasang renta itu, sejuk dan menyejukkan siapa saja yang kebetulan melihatnya.

Sampai di mobil, saya buka Zestea dingin yang kuambil dari refrigerator tadi dan...glek...glek...glek...wuih segere...

Beberapa saat bengong di dalam mobil.
Sambil berjalan lambat saya meneruskan perjalanan sambil menyusun impian.

Ntar kalo udah sematang dan semapan bapak itu......
1. Tinggal di residential yang jauh dari kebisingan, kalo bisa di daerah sejuk seperti Jember, Bondowoso, Malang, Bandung, Jogja, Solo atau Lampung...
2. Sesekali berlibur ke rumah anak-anak sambil melihat tingkah cucu yang biasanya manja sama eyangnya...
3. Punya usaha budidaya tanaman yang bisa menghidupi keluarga kecil yang tinggal seorang kakek dan seorang nenek yang saling setia tanpa membebani anak-anak, atau bahkan sudah punya aset yang bisa memberikan pasive income...
4. Punya kendaraan 4wheeler yang bisa dipakai untuk berkunjung ke rumah anak-anak...

Tinggal menikmati hidup, dengan segala fasilitas yang nggak kurang (meski nggak sangat lengkap), tapi cukuplah dengan kemapanan seperti itu.

Tak terasa Inova-ku berjalan 130km/jam. Aku buru-buru melepas pedal gas agar kecepatannya berkurang. Tak seberapa jauh aku sampai di depan pintu tol Cikopo.

Masih dengan kecepatan standard sekitar 60-70km/jam, saya menyusuri kawasan industri Kota Bukit Indah dengan jalan aspalnya yang bergelombang, impian itu tidak mau pergi hingga aku sampai di destinasi delivery-ku.

Setelah urusan selesai, saya memacu kembali si Ino hitam yang selalu menemani kemana saja saya mau pergi kerja, cari duit...

Dengan impian tadi, mungkin memang sedikit terlambat kalau saya baru start sekarang, tapi kalo nggak dimulai sekarang, kapan saya mau start mengejar impian itu...

Mau kerja sampe’ tua...nunggu kiriman dari anak-anak?
Mudah-mudahan nggak...
Semoga Alloh memudahkan dan meringankan langkah kita menggapai impian.

Kamis, 30 Oktober 2008

I Love More and More to You Mom...

Hari ini saya mendapat email seperti di bawah ini dari seorang teman...

Waktu kamu berumuran 1 tahun , dia menyuapi dan memandikanmu ... sebagai balasannya ... kau menangis sepanjang malam.

Waktu kamu berumur 2 tahun , dia mengajarimu bagaimana cara berjalan ..sebagai balasannya .... kamu kabur waktu dia memanggilmu

Waktu kamu berumur 3 tahun, dia memasak semua makananmu dengan kasih sayang .. sebagai balasannya ..... kamu buang piring berisi makananmu ke lantai

Waktu kamu berumur 4 tahun, dia memberimu pensil warna ... sebagai balasannya .. kamu corat coret tembok rumah dan meja makan

Waktu kamu berumur 5 tahun, dia membelikanmu baju-baju mahal dan indah..sebagai balasannya ... kamu memakainya bermain di kubangan lumpur

Waktu berumur 6 tahun, dia mengantarmu pergi ke sekolah ... sebagaibalasannya ... kamu berteriak "NGGAK MAU ..!"

Waktu berumur 7 tahun, dia membelikanmu bola ... sebagai balasannya .kamu melemparkan bola ke jendela tetangga

Waktu berumur 8 tahun, dia memberimu es krim ... sebagai balasannya.. .kamu tumpahkan dan mengotori seluruh bajumu

Waktu kamu berumur 9 tahun , dia membayar mahal untuk kursus-kursusmu .sebagai balasannya .... kamu sering bolos dan sama sekali nggak mau belajar

Waktu kamu berumur 10 tahun, dia mengantarmu kemana saja, dari kolam renang sampai pesta ulang tahun .. sebagai balasannya ... kamu melompat keluar mobil tanpa memberi salam

Waktu kamu berumur 11 tahun, dia mengantar kamu dan temen-temen kamu kebioskop .. sebagai balasannya ... kamu minta dia duduk di barisan lain

Waktu kamu berumur 12 tahun, dia melarangmu melihat acara tv khusus untuk orang dewasa ... sebagai balasannya .... kamu tunggu sampai dia keluar rumah

Waktu kamu berumur 13 tahun, dia menyarankanmu untuk memotong rambut karena sudah waktunya.... sebagai balasannya.. kamu bilang dia tidak tahu mode

Waktu kamu berumur 14 tahun, dia membayar biaya untuk kemahmu selama liburan .. sebagai balasannya .... kamu nggak pernah menelponnya

Waktu kamu berumur 15 tahun, pulang kerja dia ingin memelukmu ...sebagai balasannya ... kamu kunci pintu kamarmu

Waktu kamu berumur 16 tahun, dia mengajari kamu mengemudi mobil ....sebagai balasannya .... kamu pakai mobilnya setiap ada kesempatan tanpa mempedulikan kepentingannya

Waktu kamu berumur 17 tahun, dia sedang menunggu telpon yang penting ... sebagai balasannya .... kamu pakai telpon nonstop semalaman,

Waktu kamu berumur 18 tahun, dia menangis terharu ketika kamu lulus SMA.. sebagai balasannya ..... kamu berpesta dengan teman-temanmu sampai pagi

Waktu kamu berumur 19 tahun, dia membayar semua kuliahmu dan mengantarmu ke kampus pada hari pertama ... sebagai balasannya .... kamu minta diturunkan jauh dari pintu gerbang biar nggak malu sama temen-temen

Waktu kamu berumur 20 tahun, dia bertanya "Darimana saja seharian ini?".. sebagai balasannya .... kamu menjawab "Ah, cerewet amat sih, pengen tahu urusan orang."

Waktu kamu berumur 21 tahun, dia menyarankanmu satu pekerjaan bagus untuk karier masa depanmu ... sebagai balasannya .... kamu bilang "Aku nggak mau seperti kamu."

Waktu kamu berumur 22 tahun, dia memelukmu dan haru waktu kamu lulusperguruan tinggi .. sebagai balasanmu ... kamu nanya kapan kamu bisa main ke luar negeri

Waktu kamu berumur 23 tahun, dia membelikanmu 1 set furniture untuk rumahbarumu ... sebagai balasannya ... kamu ceritain ke temanmu betapa jeleknya furniture itu

Waktu kamu berumur 24 tahun, dia bertemu dengan tunanganmu dan bertanyatentang rencana di masa depan ... sebagai balasannya ... kamu mengeluh "Aduh gimana sih kok bertanya seperti itu."

Waktu kamu berumur 25 tahun, dia membantumu membiayai pernikahanmu .. sebagai balasannya ... kamu pindah ke kota lain yang jaraknya lebih dari 500 km..

Waktu kamu berumur 30 tahun, dia memberimu nasehat bagaimana merawatbayimu ... sebagai balasannya .... kamu katakan "Sekarang jamannya sudah beda."

Waktu kamu berumur 40 tahun , dia menelponmu untuk memberitahu pesta salahsatu saudara dekatmu .. sebagai balasannya kamu jawab "Aku sibuk sekali, nggak ada waktu."

Waktu kamu berumur 50 tahun, dia sakit-sakitan sehingga memerlukan perawatanmu ... sebagai balasannya .... kamu baca tentang pengaruh negatif orang tua yang numpang tinggal di rumah anaknya...

Dan hingga SUATU HARI, dia meninggal dengan tenang ... dan tiba-tiba kamu teringat semua yang belum pernah kamu lakukan, ... dan itu menghantamHATIMU bagaikan pukulan godam

MAKA ...JIKA ORANGTUAMU MASIH ADA ... BERIKANLAH KASIH SAYANG DAN PERHATIAN LEBIH DARI YANG PERNAH KAMU BERIKAN SELAMA INI JIKA ORANG TUAMU SUDAH TIADA ... INGATLAH KASIH SAYANG DAN CINTANYA YANG TELAH DIBERIKANNYA DENGAN TULUS TANPA SYARAT KEPADAMU

Ini adalah mengenai Nilai kasih Ibu dari Seorang anakyang mendapatkan ibunya sedang sibuk menyediakan makan malam di dapur. Kemudian dia menghulurkan sekeping kertas yang bertulis sesuatu. si ibu segera membersihkan tangan dan lalu menerimakertas yang dihulurkan oleh si anak dan membacanya. OngKos upah membantu ibu:
1) Membantu Pergi Ke Warung: Rp20.000
2) Menjaga adik Rp20.000
3) Membuang sampah Rp5.000
4) Membereskan Tempat Tidur Rp10.000
5) menyiram bunga Rp15.000
6) Menyapu Halaman Rp15.000
Jumlah : Rp85.000

Selesai membaca, si ibu tersenyum memandang si anak yang raut mukanya berbinar-binar. Si ibu mengambil pena dan menulissesuatu dibelakang kertas yang sama.
1) OngKos mengandungmu selama 9bulan - GRATIS
2) OngKos berjaga malam karena menjagamu -GRATIS
3) OngKos air mata yang menetes karenamu - GRATIS
4) OngKos Khawatir kerana selalu memikirkan keadaanmu - GRATIS
5) OngKos menyediakan makan minum, pakaian dan keperluanmu - GRATIS
6) OngKos mencuci pakaian, gelas, piring dan keperluanmu - GRATIS
Jumlah Keseluruhan Nilai Kasihku - GRATIS

Air mata si anak berlinang setelah membaca. Si anakmenatap wajah ibu, memeluknya dan berkata, "Saya Sayang Ibu".

Kemudian sianak mengambil pena dan menulis sesuatu didepan surat yangditulisnya: "Telah Dibayar" .

Jika kamu menyayangi ibumu,"FORWARD" lah Email ini kepada sahabat-sahabat anda.

1 orang :Kamu tidak sayang ibumu
2-4 orang :Kamu sayang ibumu
5-9 orang :Bagus! Ternyata Kamu Sayang juga Kepada Ibumu
10/lebih : Waahhhh....Kamu akan disayangi Ibumu dan juga semua orang...

APAKAH KAMU SAYANG ORANGTUAMU?? ??
KARENA ORANGTUAMU SELALU MENYAYANGIMU.

Mother is the best super hero in the world.


Ini hanya soal mengingatkan, bukan intervensi ataupun pemaksaan.
Kalau ingat pada orang tuamu, sering-seringlah telepon mereka, atau kalau mungkin kunjungilah mereka.
Satu kali bibirmu menyentuh tempurung tangannya, satu kebanggaan mengalir dalam hatinya.
Syukurilah keberadaan mereka, karena mereka itulah ladang pengabdian kita...
Semoga bakti kita pada orang tua merupakan pengabdian yang ikhlas kita kepada Tuhan...

"Ya Alloh, berilah kesempatan padaku untuk selalu dapat bertemu dengan orang tuaku. Dan apabila sampai pada waktunya, berilah satu kesempatan lagi untukku bertemu dengannya..."

Rabu, 29 Oktober 2008

Demo untuk Rakyat atau Karnaval untuk Pamer

Mahasiswa Jember yang tergabung dalam PMII berdemo (karnaval) di depan Gedung DPRD Jember.

Pas saya on di radio ElshintaFM Jakarta, ternyata ada berita dari kampungku tercinta, Jember. Mahasiswa yang tergabung dalam PMII (entah singkatan dari apa) sedang berdemonstrasi dengan berjalan mundur untuk memperingati hari Sumpah Pemuda.

He...mas-mas dan mbak-mbak mahasiswa, kalian itu demo apa karnaval? Apa subsatnsi demo kalian kalo hanya beradegan kayak gitu? Agak kreatif dikit dong...!!! Buat langkah nyata dan bermanfaat buat rakyat yang kalian suarakan. Jangan cuman karnaval pake’ jalan mundur, di hari Sumpah Pemuda lagi. Dengan cara kalian ini, itu artinya kalian menodai perjuangan para pemuda yang tahu 1928 berjuang untuk maju, eh...kalian malah mundur.

Kalo kalian melihat semakin hari Indonesia semakin mundur, itu adalah tantangan untuk kita semua, termasuk kalian generasi muda. Boleh berkesenian, boleh main teater, tapi saat ini masyarakat Jember maupun Indonesia secara keseluruhan, butuh pemikiran kalian, butuh langkah nyata kalian, kerja yang nyata, bukan cuman tawuran, cekaka’an, diskusi nggak selesai-selesai tanpa hasil, orasi terus merangkai kata yang gak mutu.

Demo memperingati Sumpah Pemuda dengan berjalan mundur cuman menghabiskan dana. Dari mana dana kalian...? dari iuran, minta sama orang tua atau hasil kerja sendiri, atau dari manapun, coba dengan dana itu kalian belikan minyak tanah atau gas, belikan sembako, buat santunan anak putus sekolah, lalu buka posko di depan kantor DPRD, undang anggota dewan itu untuk nonton aja gak perlu terlibat, itu lebih punya arti. Kalian generasi yang punya pendidikan tinggi...jangan kayak orang nggak berpendidikan kurang kerjaan dengan berjalan mundur.

Jangan pernah bawa bangsa ini mundur, mimpi kalian terlalu rendah, cita-cita kalian bukan untuk masa depan tapi hanya untuk meminta dan menuntut tanpa ada langkah nyata.

11 Oktober 2008 lalu saya nonton berita di TVOne, ada satu warga Jember namanya Pak Mahmud (Kecamatan Arjasa) yang protes, warga Arjasa itu demo dengan menghentikan pengerjaan jalan akses ke kampung mereka karena pemasangannya tidak sesuai dengan standar pembuatan jalan (bestek). Saya salut buat Pak Mahmud, mestinya para mahasiswa yang pinter itu lebih sering nonton berita dan belajar dari orang seperti Pak Mahmud.

Minggu, 26 Oktober 2008

Semut Ae Nyokot Nek di Idhak...

Ketika kita bekerja di sebuah perusahaan, baik PMA maupun PMDN
Apa sih yang kita cari...
Selain uang untuk hidup, mungkin juga karir yang akan lebih melanggengkan kita di perusahaan itu

Office Politics mungkin nggak bisa dihindari
Tapi politik yang seperti apa...?
Politik model ngakali orang...adalah politik paling kejam, apalagi di lingkungan industri

(Saya menghapus secara permanen sebagian isi posting ini)

Kamis, 23 Oktober 2008

Kenapa saya Tidak Bisa Menunggu...

Setiap ada permasalahan, atau apapun yang menjadi concern, baik urusan pekerjaan maupun urusan lainnya, bahkan meski hanya untuk urusan main, saya nggak pernah bisa menunggu, lebih lama dan lama lagi...

Terkadang saya berpikir, am I too perfectly? No need very perfectly, just need can running smoothly


Beberapa masalah (pekerjaan) masih belum mendapat jawaban hingga detik ini. Bagaimana saya menjawab pertanyaan-pertanyaan dari customer. Schedule produksi beberapa part juga masih belum jadi. Bagaimana persiapan produksi untuk part-part tersebut. Satu part juga belum berangkat plating, part diperlukan jam 16.00 di customer, jam 15.00 harus delivery, follow up-nya gimana...? customer sudah stop line...wuih....

Gerak cepat....
Atau berpikir tepat...
Atau nggak dua-duanya...

Slow down, udah nggak jaman kali...
Competitor sudah banyak, cari order susahnya gak karuan, cuman trust yang bisa kita tawarkan sama customer. Qulity, sama dengan competitor yang lain, tapi quick respon itu lo yang diperlukan, nggak mlempem aja...

Tapi aku nggak mau stress sendiri gara-gara hal kayak beginian... yang lain nyuantai banget, kenapa saya nggak bisa menunggu...

Actually saya bisa nunggu, asal saya juga melihat lawan bicara saya juga punya greget (enthusiasm) untuk merespon. Kalo nggak, siapa yang nggak kesel...

One side saya harus mengerti kondisi internal, tapi other side saya juga mesti professional...

How to balancing this cond?
Tantangan yang harus bisa ditaklukkan.......

Senin, 06 Oktober 2008

Vacational (Liputan Istimewa) to Lampung

Please imagine. Pictures are not available, the camera was lost with all captures. Sorry to readers.

H-10 musim mudik lebaran 1429H / 2008M sudah sangat terasa. Bahasan pembelian tiket untuk pulang kampung hangat dibicarakan di setiap sisi kota ini. Tak terkecuali di pabrik tempatku bekerja.

Aku memang tidak mengajukan cuti tambahan setelah cuti bersama. Jadi tanggal 6 Oktober 2008. Aku memang merencanakan untuk tidak pulang ke Jember, karena bulan Agustus 2008 lalu aku sempat pulang ke Surabaya untuk pernikahan adikku. Jadinya aku minta ijin ibuku untuk nggak pulang pada Lebaran 1429H ini. Dan ibuku memberikan ijin untuk nggak pulang. Ibuku sendiri memutuskan untuk berlebaran di Surabaya, di rumah Bu De ku.

Kurang lebih H-5, Didit-temanku, mengajakku ke Lampung, istrinya orang Lampung. Ditambah lagi Gembvl-temanku juga, menawarkan motornya kalau aku mau pergi ke Lampung. Pikir-pikir...lalu aku putuskan untuk jalan ke Lampung.

Sabtu, 27 September 2008, 10.00:
Persiapan motor, ganti oli dan ban dalam depan.

Sabtu, 27 September 2008, 19.00:
Menjenguk temanku yang lain, Rudi-Lia yang melahirkan putra ke-2 mereka.

Sabtu, 27 September 2008, 21.00:
Perjalanan dimulai dari rumah kontrakan Didit. 2 motor 4 orang. Didit bersama Elly-istrinya. Aku bersama Rifa’i-adik Elly yang juga staff QC di tempatku bekerja.
Perjalanan menyusuri Jalan Inspeksi Kalimalang cukup lancar hingga daerah Jaka Sampurna, Bekasi. Setelah itu macet bukan main. Jumlah motor bisa dikira lebih dari 10.000 motor hingga pertigaan jalan Raden Inten, belum termasuk mobil.
Perjalanan kembali lancar setelah melalui Lampu Merah Jati Asih. Cawang, sepanjang jalan di tepian jalan tol dalam kota Jakarta, Kalideres, Kota Tangerang, hingga menjelang Cikande.

Minggu, 28 September 2008, 00.30:
Kami harus berhenti di SPBU, Balaraja Barat sebelum Kawasan Industri Modern Cikande. Didit kehabisan bensin, sedang motorku masih belum perlu isi ulang. Sambil menunggu antrian Didit, aku bersama Rifa’i dan Elly beristirahat. Beberapa pemudik motor juga banyak yang beristirahat.

Minggu, 28 September 2008, 01.00:
Perjalanan kembali dilanjutkan. Tidak ada macet, hanya volume pemudik bertambah.

Minggu, 28 September 2008, 02.00:
Kami kembali harus berhenti. Motorku butuh tambahan bensin. Berhenti di SPBU kota Cilegon.

Minggu, 28 September 2008, 02.15:
Perjalanan mulai macet. Kurang lebih 5km menjelang Pelabuhan Merak.

Minggu, 28 September 2008, 02.30:
Sampai di Pelabuhan Merak, berhasil menyusur kemacetan yang kurang lebih sepanjang 5km. Sampai di depan pintu penyeberangan, kami harus berhenti. Tidak jelas apa masalahnya. Yang jelas perjalanan tidak dapat dilanjutkan. Sekumpulan motor harus stagnant. Persis genangan air di cekungan. Kondisi ini berlangsung sangat lama dan menjengkelkan.
Dalam penantian yang serba tidak jelas, bayak fotografer yang memanfaatkan moment ini untuk mendapatkan best captures masing-masing. Hingga satu diantara pengendara motor ada yang pingsan, tak satupun petugas atau fotografer atau wartawan nggak jelas itu datang membantu. Diteriaki bahwa ada yang pingsan, mereka hanya melemparkan sekejap lampu blits mereka dengan sombongnya. Akhirnya pemudik lain yang membantu menyadarkan orang yang pingsan.
Aku sendiri seperti sudah nggak kuat. Tidak ada makanan atau minuman. Hanya ada sisa air mineral setengah dari kemasan sedang. Aku tuntaskan untuk sahur, kuminum kurang lebih pukul 04.30 sebelum adzan subuh. Letih, ngantuk sudah meliputi semua pemudik motor. Aku tertelungkup pada stang motor. Rifa’i mendekapku agar tidak jatuh karena iapun ngantuk berat. Kepalanya sudah nggak bisa diangkat. Dekapannya pun sama sekali tidak erat, hanya sebagai indikator kami masih bersama-sama di atas satu motor.
Masa penantian inipun masih belum berakhir.

Minggu, 28 September 2008, 07.10:
Motor kembali bergerak. Gate pembelian tiket menyeberang kembali dibuka. Rifa’i berlari turun dari motor untuk membeli tiket hingga kami bisa masuk ke dermaga. Inipun kami harus kembali menunggu. Antrian lebih padat. Ngantuk kembali menyerang. Rifa’i hampir terjatuh karena pegangannya di perutku terlepas saking letihnya, akupun ikut terkejut. Emosi kembali meningkat karena motor tidak segera dimuat ke dalam kapal, sedangkan sudah lebih dari 70 mobil dimuat ke dalam kapal.

Minggu, 28 September 2008, 08.00:
Kami mulai bergerak mendekati dermaga. Dan akhirnya...motorku dapat memasuki dek kapal. Lega rasanya...tapi mata sudah tak berkehendak untuk pejam. Ngantuk hilang, begitu juga Rifa’i. Tapi Didit dan Elly, begitu mendapat tempat duduk di kapal, langsung tidur.

Minggu, 28 September 2008, 08.20:
Kapal mulai bergerak menjauhi dermaga. Beberapa pemuda minta di sawer dengan uang untuk melompat dari dek teratas terjun ke laut hanya untuk mengejar kepingan 500 Rupiah. Kurasakan detik demi detik perjalanan kapal ini. Baru pertama kalinya aku menggunakan jasa transportasi laut. Kami berada di dek lantai 2 KM Rajabasa.

Minggu, 28 September 2008, 09.30:
Pelabuhan Merak, Banten sudah tidak nampak. Sebagai gantinya, Tugu Siger Lampung berwarna kuning mulai terlihat meski belum sangat jelas. Rifa’i menjelaskan bahwa itulah lambang masyarakat Lampung. Tugu kebanggaan mereka. Bentuknya seperti mahkota, warna kuning diibaratkan emas, dan warna ini memang sudah terlihat meski posisi kapal masih jauh.
Kapten kapal mengumumkan bahwa kapal harus berhenti karena kapal harus antri untuk masuk ke dermaga. Kurang lebih 1 jam.

Minggu, 28 September 2008, 10.30:
Kapal merapat. Pintu dek paling bawah dibuka depan dan belakang dan semua motor naik ke dek lalu keluar kapal. Welcome to Pelabuhan Bakauheni, Lampung. Lega rasanya hati ini. Udara Lampung sudah bisa kuhirup. Panas, tapi angin laut seakan menghilangkan rasa panas yang saat itu memang sangat menyengat.

Perjalanan masih jauh. SPBU pertama kami lalui. Rencananya kami akan isi bensin, tapi sudah nggak mungkin, antrian begitu panjang. Akhirnya SPBU kedua kami berhenti. Didit isi bensin. Dan di sini juga saya menyudahi puasa saya hari itu. Terlalu panas, tenggorokan sangat kering dan terasa sangat perih.

Setelah berhenti isi bensin, Rifa’i menawarkan diri untuk menggantikan aku mengendarai motor. Tapi saking bahagianya, aku nggak mau di ganti. Aku ingin menikmati perjalanan ini.

Perjalanan diteruskan menuju Kecamatan Pring Sewu, Kabupaten Tanggamus, Lampung Selatan. Pemandangan yang very-very nice nggak dilewatkan untuk capture beberapa objek di sana. Hingga akhirnya perut nggak bisa ditahan karena hari itu nggak puasa (nggak kuat...he..he..). Kami putuskan untuk makan dulu di sebelahnya Rumah Makan Padang Tiga Saudara, sebuah kedai makan kecil di pinggir tembok pagar rumah makan tersebut.

Makanan & minuman:
Soto 3 mangkok + nasi putih
Bakso 1 mangkok
Teh Botol 3
Air Mineral dalam kemasan 1 (merek lokal grand, bukan aqua)
Kopi tubruk 1 cangkir
Total yang harus di bayar 91ribu, wow.....mahal amat....

Aku sempat kaget karena bawa uang hanya 30ribu, ya...kurang jadinya...tapi setelah ngumpulin uang iuran, akhirnya bisa terbayar juga...he...he...jadi makan rame-rame & bayar rame-rame juga...

Perjalanan masih sangat panjang...aku masih sempat isi bensin sekali lagi. Didit sudah melaju dan nggak terlihat... Selepas mengisi bensin, motor kembali dipacu. Sesampainya di depan Rumah Sakit Immanuel Lampung belok kiri dan jalanan menyempit. Melintasi pintu perlintasan kereta api, sampailah kami di kota Tanjung Karang. Didit isi bensin, aku sholat Dhuhur dijamak & qoshar dengan Ashar, dan akupun harus menyerahkan stang motor ke Rifa’i, sudah ngantuk berat...

Minggu, 28 September 2008, 14.00:
Perjalanan dilanjutkan. Rifa’i pegang kendali. Dia langsung menuju rumah, jalannya berkelok-kelok. Pasar Pring Sewu belok kiri, teruuussss, menikung....lurus lagi...pasar Ambarawa belok kanan...ikut aja jalanan, lalu...

Minggu, 28 September 2008, 15.30:
Sampai juga di rumah...Setelah bersalaman dengan seluruh isi rumah yang nggak lain adalah keluarga besarnya Elly...aku langsung tidur, telungkup, karena pantat udah mati rasa...

Minggu, 28 September 2008, 17.30:
Aku terbangun, Ferry temanku yang di Malang telepon. Dia tanya kapan bisa ketemu di Jember. Aku bilang kalo aku ada di Lampung, dia ketawa tapi kaget...ngapain ke Lampung? Dia mau buka usaha konsultasi untuk remaja dan rumah tangga. Its good. Tapi aku mau tanya dia mau buka di mana, di Jember, Malang, Surabaya atau di mana...? Telepon keburu putus karena signal Telkomsel kurang bagus di sana.

Liburan pun dimulai...
Keesokan harinya aku pergi ke gunung tempat Bapaknya Elly. Ambil daun melinjo, pepaya masak dan pepaya muda untuk sayur, kemiri, merica, nangka muda (tewel), daun cincau...ya untuk buka nanti... Wih... kayak mall aja, tinggal ambil apa yang kita mau, tapi nggak usah bayar...enak bener kalo punya gunung...

Selama beberapa hari libur Lebaran, kerjaan cuman tidur, nonton TV, jalan-jalan ke gunung, sawah dan menyusuri jalanan sempit berlubang tapi menyenangkan, pake motor pinjeman. Saluran TV Nasional yang tertangkap bagus di Lampung antara lain RCTI, SCTV, Indosiar, Trans7, Anteve, TVRI, Space Tone (tapi kurang bersih), Elshinta TV (sangat nggak jelas, ini TV Lokal Jakarta).

Menservis pompa air di rumah, karena out put air yang sangat kecil. Semuanya dibersihkan. Tapi naas sekali, setelah diservis, air malah nggak keluar sampai sekarang...

Lebaran disana nggak jauh beda dengan di Jember. Tradisi berkunjung ke sanak dan kerabat, berkeliling kampung untuk bersilaturahmi dengan tetangga. Di sana masih ada tradisi sungkeman pakai bahasa jawa kromo inggil, wah aku bggak ngerti dan nggak bisa sama sekali. Shalat Idul Fitri dilakukan di Masjid Babussalam, Rabu tanggal 1 Oktober 2008, tapi ada yang berlebaran hari Selasa 30 September 2008.

Meski belum puas dan rasa malas untuk kembali ke Jakarta menyelimuti, mau nggak mau kami harus kembali ke Jakarta. Kerjaan sudah nunggu. Pabrik siap meng-on-kan kembali mesin-mesinnya.

Jum’at, 3 Oktober 2008, 17.00:
Mulai packing pakaian untuk dibawa kembali. Ditambah lagi oleh-oleh kue lebaran yang ada di rumah, ditambah beras 5kg, tape ketan 1 tas plastik.
Lumayan berat.

Jum’at, 3 Oktober 2008, 17.30:
Rifa’i datang ke rumah, untuk konfirmasi jam berapa mau berangkat ke Jakarta....

Jum’at, 3 Oktober 2008, 20.00:
Rifa’i bersama Bapak & Ibunya datang ke rumah, mengantarkan sang anak untuk kembali ke perantauan. Aku jadi ingat ibuku yang selalu meluangkan waktu 1 hari full kalo aku sudah mau kembali ke Jakarta. Aku telepon ibuku di Surabaya nggak diangkat, sepertinya lagi ke luar rumah...

Jum’at, 3 Oktober 2008, 21.05:
Kami berangkat kembali ke Jakarta. Sedih.....banget, aku memang bukan bagian dari keluarga ini, tapi rasanya sedih juga ketika harus meninggalkan desa ini, meski kekurangan fasilitas, jauh dari status kota, tapi ya itu yang aku rasakan, sedih.....dan dalam....banget.
Menyusuri jalan sempit, berlubang dan gelap. Sekarang giliran Rifa’i yang pegang stang motor. Aku bonceng di belakang, pegangan dengan erat karena dengan kecepatan segitu motor sangat sensitif meski dengan sedikit guncangan.
Perjalanan malam itu sangat lancar. Nggak ada macet, nggak ada kecelakaan,hanya gelap, ngerinya kalo ada yang menyeberang, jalan turunan-tanjakan dan berliku.

Jum’at, 3 Oktober 2008, 23.00:
Kami berhenti di SPBU Kalianda. Isi bensin dan ke toilet. Perjalanan dilanjutkan kembali.

Sabtu, 4 Oktober 2008, 00.30:
Kami berhenti untuk beli kemplang. Aku beli 5 pack, 1 pack 4 bungkus. Jadi aku beli 20 bungkus. Nggak perhitungan sih...jadinya susah bawanya. Ringan sih...tapi kan volumenya besar, kebawa angin jadinya berat...masuk ke dalam tas Rifa’i 1 pack, 4 pack dimasukkan ke plastik besar, aku yang bawa....

Sabtu, 4 Oktober 2008, 01.30:
Kami sudah masuk kapal di Pelabuhan Bakauheni, tanpa antri, tanpa menunggu, tanpa berdesakan, tanpa berteriak, tapi asap knalpot bus...tetep ada. Tidak lama berselang kapal berangkat. Kamipun makan nasi yang sudah disiapkan oleh Ibunya Elly. Selesai makan kami tidur, safing energi untuk perjalanan berikutnya.
Setiap kesempatan untuk ambil gambar pasti nggak pernah terlewat. Di atas kapal saat berangkat, saat turun kapal, saat di jalanan, di SPBU, di rumah, Tugu Siger Lampung, pokoknya semua moment perjalanan ini terekam dalam kamera digital Canonku. Ditambah lagi dari kamera analog temanku.

Sabtu, 4 Oktober 2008, 03.00:
Kapal sudah merapat di Pelabuhan Merak. Sekali lagi capture pakai kamera analog temanku, aku juga ingin capture dengan kamera digitalku. Waduh....tahu-tahu kameraku sudah nggak ada. Resleting tasku terbuka...jangan-jangan pas naik tangga dari dek bawah ke dek lantai 3 kapal....hee........eeeehhhhh....bukan kameranya aja yang sayang.....semua gambar ada di situ.....

Sabtu, 4 Oktober 2008, 03.05:
Motor kembali dipacu, dengan kecepatan maksimum, mumpung jalanan sepi, kami mengejar matahari, sebelum terbit matahari, kami sudah harus melewati Jakarta, kalo nggak, sudah pasti macet dan otomatis sampai rumah pasti siang.

Sabtu, 4 Oktober 2008, 03.20:
Kepala Rifa’i sudah bergoyang lebih dari 3 kali. Aku tanya dia jangan-jangan sudah ngantuk....ternyata dia memang sudah nggak kuat ngantuk. Aku menggantikannya.
Kecepatan nggak berkurang hingga pertigaan Citra Raya, Cikupa. Kakiku terasa kaku, dingin dan mati rasa. Aku mengurangi kecepatan karena khawatir kakiku nggak bisa menginjak rem. Didit sudah jauh di depan, tapi rupanya dia menungguku. Aku bilang kalau kakiku kaku, Rifa’i nggak bisa menggantikan aku, dia terlalu letih, pegangan dia sudah sering kali longgar, sering kali pula aku menarik tangannya agar berpegangan lebih erat.

Sabtu, 4 Oktober 2008, 04.00:
Kami sampai di Kalideres, pas di depan terminal.

Sabtu, 4 Oktober 2008, 05.00:
Sampai di Cawang kebingungan. Lewat jalan yang mana. Setelah menghabiskan waktu kurang lebih 4 menit untuk berputar-putar akhirnya ditemukan juga arah yang ke Kalimalang.

Sabtu, 4 Oktober 2008, 05.30:
Kami isi bensin di SPBU Kalimalang setelah melewati Lampu Merah Jati Asih. Ke toilet, langsung jalan lagi. Kecepatan tidak bisa maksimal. Sudah banyak angkot dan motor lain dengan arah yang sama.

Persis jam 06.30, aku dan Rifa’i sudah sampai di Jababeka, 06.35 sampai juga ke rumah....dan ternyata Didit belum sampai, kupikir dia malah sudah sampai duluan...Jam 07.02 Didit baru nongol di depan pintu. Lega juga akhirnya. Perjalanan ke Lampung...baru sekali ini aku ke Sumatera, meski kameraku hilang, tapi seneng juga....kalo ke Jember naik motor dari Jakarta...bisa nggak ya....