Rabu, 23 Desember 2009

Black to Grey to White (Only God Who Knews)



Kita tidak pernah tahu, bagaimana seseorang berproses
Dari putih menjadi abu-abu
Dari abu-abu menjadi hitam
Atau sebaliknya.
Terkait dengan apapun kombinasi dari proses seseorang itu
Baru saja saya bertemu dengan seseorang yang telah mulai terlihat hasil dari berprosesnya
Sangat natural, tidak munafik dan sok idealis



Sebut saja namanya ’Rosi’

Beberapa tahun lalu saya mengenalnya sebagai preman di satu kawasan industri di Cikarang. Sayapun pernah berkonflik dengannya. Saat itu konflik terjadi antara perusahaan tempat saya bekerja dan Rosi (yang saat itu membawa seorang calon karyawan dan DIHARUSKAN diterima sebagai karyawan). Itu awalnya kenapa setiap nama Rosi disebut, saya sudah ill feel.

Namanya juga preman, kemana-mana bawaannya hanya petentang-petenteng. Tidak ada nilai positif yang melekat di dirinya.

Kabar terakhir Rosi bekerja pada seorang Bos asal India. Sebagai driver.
Mendengar itu saya sempat kaget. Nggak percaya. Asli nggak percaya. Bagaimana bisa orang seperti Rosi bisa bekerja, apalagi sebagai driver. Rosi yang biasa bekerja semau dia, apapun semau dia, lah...malah jadi driver yang notabenenya mesti nurut sama Bos-nya.

Tapi malam ini, saya bertemu dengannya. Dia malah curhat. Bahwa dia sudah resign dari tempatnya bekerja sebagai driver dari seorang Bos asal India.

Rosi bertutur dengan dialek sundanya yang kental dan agak cadel.

Kenapa?

Karena istri Bos-nya selalu mau jalan-jalan. ”Bukan masalah capek mas, saya cuman dibayar 3ribu per jam. Kerja 12 jam cuman dapet 36ribu. Kalo jalan sama Sang Istri, saya nggak dikasih makan. Mau ke warung, takut dia selesai belanjanya. Saya kan jadi repot. Pernah keluar jalan-jalan sampek jam 11malam. 1ribu pun saya nggak dapet, padahal saya nungguin dia sampek nggak makan, sampek diusir sama tukang parkirnya, soalnya parkirnya udah kelamaan. Kalo sama Sang Suami, dia pengertian. Waktunya makan saya dibeli’in chicken, waktunya sholat saya disuruh sholat dulu, kalo dia visit ke satu tempat, dia kasih tau berapa lama dia di dalam.”

”Waktu saya resign, saya disuruh ambil gaji ke Jakarta, lumayan sih, saya kerja kurang lebih 20hari, tapi saya nggak mau ribet. Akhirnya Bos kasih saya gym equipment. Nilanya katanya 10juta, tapi saya bingung mau ngejual kemana, gak laku-laku.”

”Saya juga punya jualan, aksesoris dari magnet. Kalo mas mau, beli aja. 150ribu. Gak dibayar sekarang juga gak papa, besok aja. Soalnya buat modal hidup di tempat baru nanti. Saya diterima kerja di daerah xxx mulai kerja hari senin besok. Saya gak punya bekel. Malu mau minta sama orang tua.”

--
Dari kejadian itu, aku sempat berpikir. Bagaimana seorang preman (saat dulu) bisa bener-bener berubah, 180ยบ.
Dia telah bertransformasi.
Semoga
From black to grey
From grey to white


Hanya Alloh yang tahu apa yang sebenarnya tersembunyi di dalam hati.
Alhamdulillah, thanks God for lesson today.

Jumat, 27 November 2009

Menata Kembali Mozaikku

Ada hal yang melegakan
Setelah sebuah mozaik harus hancur oleh hal duniawi

Kepingan mozaik persaudaraan yang pernah terberaikan
Karena kaki harus berdiri
Karena tangan tak boleh menengadah kecuali pada-Nya

Saudara-kerabat yang telah terpecahkan
Dari...hingga...
Waktu kami terberai karena harus hidup

Saudara-kerabat yang meninggalkan kerana tak mau repot mengurus yang terbuang
Yang ditinggal oleh penggembalanya...
Yang harusnya bertanggung jawab atas keberadaannya...

Satu-satu kutemukan lagi...
Meski mereka tak mungkin kusatukan...
Kerana aku bukan apa-apa di depan mereka
Tapi bolehlah aku bahagia setelah dapat kutemukan mereka...
Kusatukan mereka dalam satu inbox

Aku tak peduli masihkah ada perseteruan antara mereka
Tapi aku ingin melihat gigi mereka dalam senyum...


Thank You to:
De Mis, Mbak Nanik, Mbak Miming, Mas Heri, Mas Cuk, Mas Dedy...
Lek Ujik, Lek Sum, Kiki & Gembvl...
De Sam, Mas Nanang, Mas Wid...
Lek Hum, Lek Tunuk, Aci, Bagong, Toti...
Mas Sofi, Mbak Pipit-Mas Rusdi, Ucon...
De Samma, Yu Um, Cak Sipul...

(Dan aku ingin temukan kalian dalam facebook....hehehehe)

Selasa, 13 Oktober 2009

M E R A H




Beberapa sulutan kusikapi dengan langit biru
Tapi sulutan yang ini telah meMERAHkan langitku
Sekali MERAH tak mudah untuk membuatnya biru

Tak hanya menyayat hatiku
Tak hanya menginjak kepalaku
Tapi juga merendahkan orang-orang yang menjunjungku

Aku memang seorang anak hilang
Tak ada kerabat juga saudara
Aku berdiri hanya di dua kakiku

Ya...
Aku memang seorang anak hilang
Langitku telah MERAH
Tak mudah, tak singkat untuk membiru

Bila KAMU tak terima
Aku siap untuk tak sehadap denganmu

Minggu, 23 Agustus 2009

Pertama Kali Ada dan Tersedia

Mereka adalah tangan-tangan yang pertama kali menyentuhku
Mereka adalah telinga-telinga yang pertama kali mendengar tangisku
Mereka adalah mata-mata yang pertama kali memandangku penuh kebanggaan

Melalui tangan, telinga dan mata mereka itu, hati-hati mereka merengkuh hatiku
Dan perhatian itu tertumpah padaku

Ketika usiaku 10, mulutku merengek meminta sepatu
Tidak dalam hitungan hari sepatu itu ada di depanku

Saat di usia 10, air mataku mengalir karena sedih
Tangan bapakku merengkuhku untuk menenangkan
Hilangkan sedihku
Buatku kembali tersenyum

Saat aku 10 tahun, aku berteriak karena perutku lapar
Jemari ibuku menyuapkan nasi dengan lauk kesukaanku
Sejumput nasi dengan secuil ikan tuna masuk ke dalam mulutku
Hingga perutku kenyang dan tidak berteriak lagi
Teriakku berubah menjadi tertawa riang

Dan mereka tersenyum dapat membuatku bahagia

Semalam aku bertanya pada diriku
Tepatnya pada hatiku
Juga otakku

Kemana pertama kali perhatian ini tertuju setelah kaki berdiri tegak?
Perhatian ini tertuju pada seorang kekasih yang sekarang entah ada dimana, bukan pada mereka

Kepada siapa belai itu pertama kali diberikan?
Belai itu diberikan pada seorang pelacur yang menginginkan uang pemberian bapak-ibuku
Bukan pada bapak-ibu belai itu diberikan saat mereka tua

Untuk siapa uang hasil kerjaku pertama kali kubelanjakan ?
Uang itu habis di restoran untuk mentraktir teman-teman yang baru kukenal
Bukan untuk keluargaku yang telah membiayai hidupku

Saat aku kekurangan
Yang pertama kali ada di otakku adalah minta bantuan pada keluarga
Tapi dimana aku saat keluargaku butuh bantuan
Keluarga menjadi tempat terakhir untuk mengulurkan tangan

Ketika aku didera sebuah cobaan
Yang pertama terlintas adalah pulang ke keluarga
Tapi dimana aku saat satu dari keluargaku mendapat deraan
Lari menjauh agar tidak menambah beban yang kuciptakan sendiri

Saat perempuan itu butuh perhatian
Aku datang dan memberikan apa yang dia inginkan
Tapi tidak sedetik pun kusisakan waktu ku meski hanya sekedar telepon menanyakan bagaimana kabar keluargaku

Pertama kali aku ada
Mereka tersedia untuk segala keinginan dan kebutuhanku

Tapi aku hilang
Dan tidak menyediakan hati serta diriku untuk mereka

Pulanglah...
Keluargamu membutuhkan hadirmu...

Negeri(-nya) [Bermental] Maling

{baca = Negerinya Maling / Negeri Bermental Maling / Negeri Maling}

Sudah berapa kali sih malaysia itu mencuri milik kita..???
1. Batik
2. Reog Ponorogo
3. Lagu Rasa Sayange
4. Angklung
5. Tari Pendet
6. Tari Kuda Lumping (Jaranan)
7. Pulau Sipadan Ligitan
8. Berencana maling di Blok Ambalat, sampai kejar-kejaran hingga perlu terbirit-birit ambil jalan zig-zag biar gak kena tembak sama TNI-AL
9. Hak-hak TKI yang kerja di Negeri Maling itu
10. Pemukulan, penganiayaan, belum lagi gaji yang gak diberikan
11. Noordin Top yang ngebom negeri Indonesia, kenapa gak ngebom negerinya sendiri yang sudah jelas maling yang perlu diberantas.

Itu sih baru beberapa saja (yang ketauan), itupun dipakai untuk jualan, jual pariwisata mereka.
Dasar Negara Pencuri
Aparatnya kenapa mengijinkan milik orang lain dipakai untuk kepentingan mereka
Ya berarti aparatnya juga maling
Warganya juga pastinya Maling

Kayaknya kita (harus) mesti berhati-hati dengan tetangga yang maling
Pertanyaannya sekarang adalah:
APALAGI YA YANG MAU DICURI SAMA MALING ITU..??

Senin, 20 Juli 2009

Kisah Ayah


Sebuah forward dari seorang teman yang diambil dari tulisan Bayu Gautama.
Photo by Rudi B. Prakoso

=

Seperti mengutip kata Bayu Gautama..
"Genggamlah gundahmu dengan senyum karena Allah suka terhadap
orang-orang yang tersenyum dan ringan melangkah di balik semua keluh
dan gundahnya. Semoga".

=

Subuh tadi saya melewati sebuah rumah, 50 meter dari rumah saya dan
melihat seorang isteri mengantar suaminya sampai pagar depan rumah.
"Yah, beras sudah habis loh...," ujar isterinya. Suaminya hanya
tersenyum dan bersiap melangkah, namun langkahnya terhenti oleh
panggilan anaknya dari dalam rumah, "Ayah, besok Agus harus bayar uang
praktek."

"Iya...," jawab sang Ayah. Getir terdengar di telinga saya, apalah
lagi bagi lelaki itu, saya bisa menduga langkahnya semakin berat.

Ngomong-ngomong, saya jadi ingat pesan anak saya semalam, "Besok
beliin lengkeng ya" dan saya hanya menjawabnya dengan "Insya Allah"
sambil berharap anak saya tak kecewa jika malam nanti tangan ini tak
berjinjing buah kesukaannya itu.

Di kantor, seorang teman menerima SMS nyasar, "Jangan lupa, pulang
beliin susu Nadia ya". Kontan saja SMS itu membuat teman saya bingung
dan sedikit berkelakar, "Ini, anak siapa minta susunya ke siapa". Saya
pun sempat berpikir, mungkin jika SMS itu benar-benar sampai ke nomor
sang Ayah, tambah satu gundah lagi yang bersemayam. Kalau tersedia
cukup uang di kantong, tidaklah masalah. Bagaimana jika sebaliknya?

Banyak para Ayah setiap pagi membawa serta gundah mereka, mengiringi
setiap langkah hingga ke kantor. Keluhan isteri semalam tentang uang
belanja yang sudah habis, bayaran sekolah anak yang tertunggak sejak
bulan lalu, susu si kecil yang tersisa di sendok terakhir, bayar
tagihan listrik, hutang di warung tetangga yang mulai sering
mengganggu tidur, dan segunung gundah lain yang kerap membuatnya
terlamun.

Tidak sedikit Ayah yang tangguh yang ingin membuat isterinya
tersenyum, meyakinkan anak-anaknya tenang dengan satu kalimat, "Iya,
nanti semua Ayah bereskan," meski dadanya bergemuruh kencang dan
otaknya berputar mencari jalan untuk janjinya membereskan semua gundah
yang ia genggam.

Maka sejarah pun berlangsung, banyak para Ayah yang berakhir di tali
gantungan tak kuat menahan beban ekonomi yang semakin menjerat cekat
lehernya. Baginya, tali gantungan tak bedanya dengan jeratan hutang
dan rengekan keluarga yang tak pernah bisa ia sanggupi. Sama-sama
menjerat, bedanya, tali gantungan menjerat lebih cepat dan tidak
perlahan-lahan.

Tidak sedikit para Ayah yang membiarkan tangannya berlumuran darah
sambil menggenggam sebilah pisau mengorbankan hak orang lain demi
menuntaskan gundahnya. Walau akhirnya ia pun harus berakhir di dalam
penjara. Yang pasti, tak henti tangis bayi di rumahnya, karena susu
yang dijanjikan sang Ayah tak pernah terbeli.

Tak jarang para Ayah yang terpaksa menggadaikan keimanannya, menipu
rekan sekantor, mendustai atasan dengan memanipulasi angka-angka, atau
berbuat curang di balik meja teman sekerja. Isteri dan anak-anaknya
tak pernah tahu dan tak pernah bertanya dari mana uang yang didapat
sang Ayah. Halalkah? Karena yang penting teredam sudah gundah hari
itu.

Teramat banyak para isteri dan anak-anak yang setia menunggu
kepulangan Ayahnya, hingga larut yang ditunggu tak juga kembali.
Sementara jauh disana, lelaki yang isteri dan anak-anaknya setia
menunggu itu telah babak belur tak berkutik, hancur meregang nyawa,
menahan sisa-sisa nafas terakhir setelah dihajar massa yang geram oleh
aksi pencopetan yang dilakukannya. Sekali lagi, ada yang rela
menanggung resiko ini demi segenggam gundah yang mesti ia tuntaskan.

Sungguh, di antara sekian banyak Ayah itu, saya teramat salut dengan
sebagian Ayah lain yang tetap sabar menggenggam gundahnya, membawanya
kembali ke rumah, menyertakannya dalam mimpi, mengadukannya dalam
setiap sujud panjangnya di pertengahan malam, hingga membawanya
kembali bersama pagi. Berharap ada rezeki yang Allah berikan hari itu,
agar tuntas satu persatu gundah yang masih ia genggam. Ayah yang ini,
masih percaya bahwa Allah takkan membiarkan hamba-Nya berada dalam
kekufuran akibat gundah-gundah yang tak pernah usai.

Para Ayah ini, yang akan menyelesaikan semua gundahnya tanpa harus
menciptakan gundah baru bagi keluarganya. Karena ia takkan menuntaskan
gundahnya dengan tali gantungan, atau dengan tangan berlumur darah,
atau berakhir di balik jeruji pengap, atau bahkan membiarkan seseorang
tak dikenal membawa kabar buruk tentang dirinya yang hangus dibakar
massa setelah tertangkap basah mencopet.

Dan saya, sebagai Ayah, akan tetap menggenggam gundah saya dengan
senyum. Saya yakin, Allah suka terhadap orang-orang yang tersenyum dan
ringan melangkah di balik semua keluh dan gundahnya. Semoga. (Bayu
Gautama)

Selasa, 23 Juni 2009

Dirimu Dirinya by Pinkan Mambo





Saat ku pertama menatap dalam dirimu
Ku begitu yakin ini cinta
Tatap dirinya, rasa ku pun juga sama
Kumencintai dirimu dan mencintai dirinya

Tak ingin hidup tanpa rasa bahagia
Bahagia ku bila banyak cinta
Untukmu setia, namun hidup rasa hampa
Bukannya aku jahanam
Ku hanya mencari senang

Hatiku tak ’kan bisa berdusta
Cinta ini memang untuk dirimu
Dan untuk dirinya

Dan bila diantara kita menghilang
Tak kembali untuk selama-lamanya
Tak mungkin kusendiri, ‘kan kucari lagi

Tak ‘kan kubuang waktu
Tanpa cinta ku merana
Hatiku tak ’kan bisa berdusta
Cinta ini memang untuk dirimu
Dan untuk dirinya

Dan bila diantara kita menghilang
Tak kembali untuk selama-lamanya
Tak mungkin kusendiri, ‘kan kucari lagi

Rabu, 17 Juni 2009

Aku Manusia






Ketika engkau membumbungkan anganmu ke langit ke tujuh
Mata, rasa dan pikiranmupun akan melayang ke langit ke tujuh
Harapmu sangat tinggi
Inginmu melayang melampaui kakimu yang harus kau sadari masih memijak bumi
Engkau adalah manusia

Engkau membumbungkan aganmu ke langit ke tujuh
Meninggalkan bumi dan kemanusiaanmu
Engkau tak menyadari bahwa engkau masih manusia
Masih manusia

Anganmu mencekikmu
Harapmu menghempas tubuhmu hingga remuk redam
Tak berbentuk

Oleh karena angan yang kaubentuk telah meninggalkan ragamu
Oleh karena rasamu jauh meninggalkan tubuhmu
Engkau tak menyadari bahwa engkau masih manusia

Angan tak selamanya bisa dinyatakan
Rasa tak selamanya menuruti kata hati
Bila engkau menuruti angan
Bila engkau menuruti kata hati
Engkau hanya menunggu ajal yang akan menyempitkan kuburmu

Hidup indah, matipun indah
Bagai air mengalir tanpa dipaksa kemana air ini akan menuju
Bukankah telah takdirnya bahwa air akan menuju laut lepasnya

Oleh karena engkau masih di bumi
Aku inginkan engkau berada dibumi
Bukan di langit ke tujuh

===
Gunakan akal sehat untuk bertindak sesuatu
Hati yang kaumanjakan akan sangat menyakitimu
Jejakkan kakimu ke bumi
Maka sadari bahwa engkau harus berinteraksi dengan lebih banyak manusia
Di bumi

Selasa, 16 Juni 2009

Teladan Seorang Ayah (Sebuah Forward)






Yang ayah wariskan kepada anak-anaknya bukan kata-kata atau kekayaan, tetapi sesuatu yang tak terucapkan yaitu teladan sebagai seorang pria dan seorang ayah - Will Rogers

Setahuku, botol acar besar itu selalu ada di lantai di samping lemari di kamar orangtuaku. Sebelum tidur, Ayah selalu mengosongkan kantong celananya lalu memasukkan semua uang recehnya ke dalam botol itu. Sebagai anak kecil, aku senang mendengar gemerincing koin yang dijatuhkan ke dalam botol itu. Bunyi gemericingnya nyaring jika botol itu baru terisi sedikit. Nada gemerincingnya menjadi rendah ketika isinya semakin penuh. Aku suka jongkok di lantai di depan botol itu, mengagumi keping-keping perak dan tembaga yang berkilauan seperti harta karun bajak laut ketika sinar matahari menembus jendela kamar tidur.

Jika isinya sudah penuh, Ayah menuangkan koin-koin itu ke meja dapur, menghitung jumlahnya sebelumnya membawanya ke bank. Membawa keping-keping koin itu ke bank selalu merupakan peristiwa besar. Koin-koin itu ditata rapi di dalam kotak kardus dan diletakkan di antara aku dan Ayah di truk tuanya. Setiap kali kami pergi ke bank, Ayah memandangku dengan penuh harap. "Karena koin-koin ini kau tidak perlu kerja di pabrik tekstil. Nasibmu akan lebih baik daripada nasibku. Kota tua dan pabrik tekstil disini takkan bisa menahanmu." Setiap kali menyorongkan kotak kardus berisi koin itu ke kasir bank, Ayah selalu tersenyum bangga. "Ini uang kuliah putraku. Dia takkan bekerja di pabrik tekstil seumur hidup seperti aku.".

Pulang dari bank, kami selalu merayakan peristiwa itu dengan membeli es krim. Aku selalu memilih es krim cokelat. Ayah selalu memilih yang vanila. Setelah menerima kembalian dari penjual es krim, Ayah selalu menunjukkan beberapa keping koin kembalian itu kepadaku. "Sampai di rumah, kita isi botol itu lagi."
Ayah selalu menyuruhku memasukkan koin-koin pertama ke dalam botol yang masih kosong. Ketika koin-koin itu jatuh bergemerincing nyaring, kami saling berpandangan sambil tersenyum. "Kau akan bisa kuliah berkat koin satu penny, nickle, dime, dan quarter," katanya. "Kau pasti bisa kuliah. ayah jamin."
Tahun demi tahun berlalu. Aku akhirnya memang berhasil kuliah dan lulus dari universitas dan mendapat pekerjaan di kota lain. Pernah, waktu mengunjungi orangtuaku, aku menelepon dari telepon di kamar tidur mereka. Kulihat botol acar itu tak ada lagi. Botol acar itu sudah menyelesaikan tugasnya dan sudah di pindahkan entah ke mana. Leherku serasa tercekat ketika mataku memandang lantai di samping lemari tempat botol acar itu biasa di letakkan.

Ayahku bukan orang yang banyak bicara, dia tidak pernah menceramahi aku tentang pentingnya tekad yang kuat, ketekunan, dan keyakinan. Bagiku, botol acar itu telah mengajarkan nilai-nilai itu dengan lebih nyata daripada kata-kata indah.
Setelah menikah, kuceritakan kepada susan, istriku, betapa pentingnya peran botol acar yang tampaknya sepele itu dalam hidupku. Bagiku, botol acar itu melambangkan betapa besarnya cinta Ayah padaku. Dalam keadaan keuangan sesulit apa pun, setiap malam Ayah selalu mengisi botol acar itu dengan koin. Bahkan di musim panas ketika ayah diberhentikan dari pabrik tekstil dan Ibu terpaksa hanya menyajikan buncis kalengan selama berminggu-minggu, satu keping pun tak pernah di ambil dari botol acar itu. Sebaliknya, sambil memandangku dari seberang meja dan menyiram buncis itu dengan saus agar ada rasanya sedikit, Ayah semakin meneguhkan tekadnya untuk mencarikan jalan keluar bagiku. "Kalau kau sudah tamat kuliah," katanya dengan mata berkilat-kilat, "kau tak perlu makan buncis kecuali jika kau memang mau."

Liburan Natal pertama setelah lahirnya putri kami Jessica, kami habiskan di rumah orangtuaku. Setelah makan malam, Ayah dan Ibu duduk berdampingan di sofa, bergantian memandangku cucu pertama mereka. Jessica menagis lirih. Kemudian susan mengambilnya dari pelukan Ayah. "Mungkin popoknya basah," kata susan, lalu di bawanya Jessica ke kamar tidur orangtuaku untuk di ganti popoknya.
Susan kembali ke ruang keluarga denga mata berkaca-kaca. Dia meletakkan Jessica ke pangkuan Ayah, lalu menggandeng tanganku dan tanpa berkata apa-apa mengajakku ke kamar. "Lihat," katanya lembut, matanya memandang lantai di samping lemari. Aku terkejut. Di lantai, seakan tidak pernah di singkirkan, berdiri botol acar yang sudah tua itu. Di dalamnya ada beberapa keping koin.
Aku mendekati botol itu, merogoh saku celanaku, dan mengeluarkan segenggam koin. Dengan perasaan haru, kumasukkan koin-koin itu kedalam botol. Aku mengangkat kepala dan melihat Ayah. Dia menggendong Jessica dan tanpa suara telah masuk ke kamar. Kami berpandangan . Aku tahu, Ayah juga merasakan keharuan yang sama. Kami tak kuasa berkata-kata.

-----> : Sebuah cerita yang luar biasa bukan ? Inilah sebuah cerita yang menunjukkan besarnya cinta seorang ayah ke anaknya agar anaknya memperoleh nasib yang jauh lebih baik dari dirinya. Tetapi dalam prosesnya, Ayah ini tidak saja menunjukkan cintanya pada anaknya tetapi juga menunjukkan sesuatu yang sangat berharga yaitu pelajaran tentang impian, tekad, teladan seorang ayah, disiplin dan pantang menyerah. Saya percaya anaknya belajar semua itu walaupun ayahnya mungkin tidak pernah menjelaskan semua itu karena anak belajar jauh lebih banyak dari melihat tingkah laku orangtuanya dibanding apa yang dikatakan orangtuanya. Semoga cerita ini menginspirasi bagi kita semua

Minggu Pagi






Hari Minggu, 14 Juni 2009. Ada sedih yang diam-diam menyelinap di lipatan hati saya. Sebuah keprihatinan yang dengan berani dihadapi.

Kurang lebih 2 bulan yang lalu, adik ipar teman lamaku, sebut saja dia Budi, tinggal di rumahku. Sebelumnya dia kost dengan teman dari kakak iparnya. Karena teman sekamarnya itu menikah, maka Budi tinggal di rumahku.

Selama 2 bulan itu, terus terang aku merasa sedikit terbantu. Paling tidak ada teman ngobrol saat insomnia datang, ada teman makan saat tengah malam kelaparan, ada yang bangunin buat bangun pagi supaya nggak telat masuk kerja. Tapi ya sudah...Budi sudah ambil langkah. Aku nggak mau memaksakan apa yang ada di kepalaku, meski di kepalaku, langkah yang dia lakukan tidak merubah kondisinya.

Memang kakak Budi, sebut saja dia Wati, masih baru sampai Jakarta. Ceritanya baru merantau. Baru ke Jakarta. Wati tinggal dengan teman kakaknya, istri dari teman lamaku. Wati masih merasa takut saat pulang kerja, maklumlah track yang harus ditempuh dari tempatnya kerja ke tempat kost lumayan jauh.

Budi terlihat sangat bertanggung jawab atas keberadaan dan kenyamanan kakaknya. Hingga pada hari Minggu 14 Juni 2009 lalu, dia menemukan satu tempat kost.

Hari itu, saat Budi keluar,aku masih tidur. Hari Minggu adalah hari merdeka untuk melepaskan kepenatan. Aku terbangun kurang lebih jam 9.00 pagi. Budi membawa motor milik kakak iparnya. Melihat aku sudah bangun, dia berpamitan. Dia kemasi pakaiannya yang tersimpan di lemariku.

Melihat dia mengemasi pakaiannya, aku masih nonton acara tv. Menjelang dia selesai berkemas, aku mandi dan mengantar dia ke tempat barunya.

Nggak jauh dari rumahku. Bila ditempuh dengan jalan kaki, kurang lebih hanya 15 menit. Sesampai di sana... Ya Alloh, hatiku sedih sekali. Sangat sedih. Layak...memang nggak sangat layak, tapi cukuplah. Tempat kost ku di Gresik dulu lebih buruk lagi.

Sedihku sangat menyesak saat aku membantu Budi memasangkan koran sebagai pengganti tirai di jendelanya. Ya Alloh...sebegitu besar keinginan dia untuk kost.

Tapi sekali lagi sudah lah...aku hanya bisa membantu saat dia dan atau siapapun butuh bantuanku. Aku nggak mau memaksa, khawatir dibilang terlalu banyak menuntut dari sebuah pertemanan. Hanya saja, pintu rumahku selalu terbuka.

Senin, 15 Juni 2009

Aku Hanyalah Usaha







Ya Robbi
Engkau yang tahu rahasia apa yang ada di depanku
Engkau yang tahu rahasia yang ada dibalik setiap hati
Hatiku...
Hatinya...

Bila semua kupasrahkan hanya pada-Mu
Kebaikanku...
Keburukanku...
Kebaikannya...
Keburukannya...
Aku selalu berharap, Engkau yang akan mendinginkan kepalaku untuk tetap menjalankan peranku sebagai manusia

Tak ada baik seluruhnya
Tak ada buruk sepenuhnya
Karena aku bukanlah sempurna
Aku hanyalah usaha

Pertemuanku dengan...






Terkadang kita bertemu dengan orang-orang yang berkualitas tinggi
Kadang pula berinteraksi dengan orang yang cukup berkualitas
Tapi tidak sering atau bahkan tidak jarang kita bertemu dengan orang yang memang tidak berkualitas

Sepengalaman saya, paling menyenangkan bertemu dengan orang-orang yang interest terhadap improvement, baik pada dirinya sendiri mupun pada lawan bicaranya.

Orang berkualitas tinggi, belum tentu mau melayani saya bila dia tidak interest dengan improvement yang ingin saya buat untuk diri saya (tapi itu tidak semua). Bila orang berkualitas tinggi ini dibarengi dengan tingginya kualitas kepribadiannya, dia adalah orang yang paling menyenangkan. Bila orang semacam ini interest terhadap saya, betapa bahagianya saya. Saya akan bisa belajar banyak darinya. Tanpa ada kesombongan, tanpa ada waktu yang terbuang percuma, tanpa ada kata-kata menyakitkan, dia merendahkan hatinya di hadapan saya padahal aktualnya dia memberikan hal berharga pada saya, bagi saya ini adalah pribadi yang mahal. Pribadi bisa mem-positioning-kan dirinya dengan tepat dengan lawan bicaranya, posisi yang dirasa sejajar oleh lawan bicaranya meski aktualnya dia jauh lebih tinggi nilainya.
Mudah-mudahan kita bisa bertemu dengan orang seperti ini, agar kualitas hidup kita semakin baik.

===

Orang yang berkualitas sedang biasanya suka membelot. Artinya dia melihat kondisi yang menguntungkan bagi dia. Kadang berkualitas, kadang nggak sama sekali, tergantung situasi & kondisi (sikon). Terkadang tega untuk berkhianat pada orang terdekat hanya untuk membela keinginannya. Tapi dia berkualitas. Ilmu terapannya banyak, dia orang yang berpengaruh di tempat kerjanya. Dia decision maker. Tapi tidak dibarengi oleh berkualitasnya kepribadian.
Bertemu orang ini, sekali lagi tergantung sikon. Kadang membawa manfaat, kadang hanya menjengkelkan. Kadang juga hanya membuang waktu, meski tidak 100% percuma. Hanya saja dari 100% porsi pembicaraannya, hanya 30%-40% saja yang bermanfaat. Selebihnya kelakar usang.

===

Orang yang tidak berkualitas, kadang berpenampilan seperti berkualitas. Jumlah orang seperti ini sangat banyak. Apa yang dilakukan hanya menghabiskan waktu saja, waktu saya dan juga waktu dia. Bertemu dengan orang tidak berkualitas, tidak 100% rugi. Keinginan saya terkadang terpenuhi oleh orang-orang semacam ini. Pekerjaan saya mewajibakan saya untuk bertemu dengan banyak orang, termasuk orang yang tidak berkualitas ini. Menjengkelkan...hampir terjadi disetiap pertemuan saya dengan orang semacam ini. Tapi memang terbantu juga sih...kadang. Meski bagaimanapun tidak bisa juga menafikan mereka. Malangnya lagi adalah ketika mereka tidak merasa bahwa mereka tidak berkualitas, merasa berkualitas, dan apa yang dilakukan...meski hanya menghambur-hamburkan waktu, ngobrol kesana-kesini, tertawa yang dilebar-lebarkan agar perhatian tertuju. Ini adalah kualitas mereka. Dan hari ini saya bertemu dengan orang-orang seperti ini.

Kamis, 11 Juni 2009

Surprises

Satu-satu....teman-teman lama mulai terajut. Dari seseorang yang bernama Feri, seorang teman lama yang nggak pernah terlupakan gara-gara banyak cekiki'an. Sekarang dia malah jadi motivator kawakan (he..he..). Bener-bener hilangkah selera cekiki'annya itu. Rasanya masih belum, sering kali telepon, tapi tetep aja sama...seperti 11 tahun lalu.

Pelan dan pasti...satu lagi datang. Namanya April Biru, atau yang dengan senang hati dia dipanggil dengan nama barunya, Magic Jempol.

Berikutnya si gendut Agus arek Ajung. Jauh-jauh dia telp saya pake GSM pulsa mahal, hanya untuk bilang: "Hai ndri... aku Agus...jek eleng ta..??"
Yo jelas aku eleng. Suaranya itu lo, gak berubah.

Masih sangat pelan. Dan satu lagi surprise bagi saya. Satu teman lama lagi. Namanya Phieyos.

===

Memang hidup itu unik ya...
Yang diharapkan datang, malah nggak datang-datang...
Yang nggak terpikirkan (bukan berarti terlupakan), malah buat surprise ketemu mendadak...
Bahkan saudaraku yang sudah 13 tahun nggak ketemu, baru-baru ini ketemu di Jakarta (Hallo mbak Miming & mbak Nanik).

Kamis, 21 Mei 2009

Siapakah Capres-Cawapres kita yang punya hati seperti hati Hillary Clinton...?









Waktu itu hiruk pikuk pemilihan Presiden di Amerika Serikat juga terasa di Indonesia. Alih-alih salah satu Calon Presiden-nya pernah tinggal di Indonesia dan sebagian keluarganya, teman-teman SD nya ada di Indonesia, tepatnya di Menteng, hampir semua mata tertuju pada seorang pria bernama Barrack Obama.

Barrack Obama punya saingan yang juga cukup pandai meyakinkan pendukungnya. Mereka saling serang, saling menjatuhkan, saling klaim sebagai yang lebih baik. Dialah Hillary Clinton.

Tapi di akhir sesi, Hillary harus mengkui bahwa dukungan pada Obama lebih banyak daripada padanya. Yang pertama kali membuat saya kagum adalah Hillary mengakui ”kekalahan”-nya dari Obama. Yang lebih mencengangkan algi adalah dia bersedia untuk menjadi salah seorang menteri pemerintahan Obama. Dan seperti kita ketahui juga, kini Hillary sangat mendukung pemerintahan Obama dengan menjalankan tugasnya sebagai Menlu AS, dia berusaha memperoleh perhatian dunia, mecoba memulihkan kepercayaan dunia pada AS setelah banyak kejadian yang menyudutkan negara itu.

Yang ingin saya katakan dari uraian di atas adalah, Hillary mendukung Obama meski Hillary kalah saat Pemilihan Presiden di AS.

Indonesia punya hajatan serupa. Pemilihan Presiden.

Kita punya 3 pasang kandidat.
1. JK – Wiranto
2. SBY – Budiono
3. Mega – Prabowo

Tentu saja dari ketiga pasang Capres – Cawapres itu akan bersaing.
Entah saling serang... Entah saling sikut... Entah saling cela...
Kita lihat nanti.

Dari ketiga pasang Capres – Cawapres itu akan terpilih SATU pasang Capres – Cawapres yang akan berhasil duduk di singgasana RI-1 dan RI-2.

Pertanyaannya adalah...
1. Apa yang akan dilakukan oleh pasangan yang kalah, mendukung pemerintahan baru atau menjadi penghujat (dengan mengukuhkan diri sebagai partai oposisi).
2. Bersediakah pasangan yang kalah itu ditunjuk sebagai salah satu menteri yang akan menjalankan instruksi dari Presiden baru (yang notabene-nya mantan rivalnya saat Pilpres)
3. Bagi yang ”kalah”, bersediakan mengakui kekalahannya, atau malah heboh pergi ke MK untuk meminta banyak hal (seperti yang sudah terjadi pada Pilkada-pilkada).
4. Ada nggak sih yang punya hati kayak hatinya Hillary Clinton (tanpa harus berkiblat ke AS).

Kita lihat nanti, seperti apakah mutu ketiga pasang Capre – Cawapres kita...

Senin, 18 Mei 2009

Peterpan - Tak Ada Yang Abadi

Takkan selamanya tanganku mendekapmu
Takkan selamanya raga ini menjagamu

Seperti alunan detak jantungku
Tak bertahan melawan waktu
Dan semua keindahan yang memudar
Atau cinta yang telah hilang

Tak ada yang abadi
Tak ada yang abadi
Biarkan aku bernafas sejenak
Sebelum hilang

Jiwa yang lama segera pergi
Bersiaplah para pengganti

===

Mendengarkan lirik di atas...
Memang tidak ada jaminan bahwa aku akan selalu ada denganmu, meski ingin ini selalu ada denganmu.
Tentu banyak harapan ketika aku ada denganmu, dari sekedar ketenangan hatiku, hingga harapan untuk melayang jauh ke awan...
Ketika aku mendengar lagu ini di dalam inova kantorku, ternyata kebahagiaan yang semalam ada, terancam untuk kembali tidak ada, tapi entah kapan...
Benar-benar tidak ada yang abadi...

Karena aku tidak untuk selamanya
Belajarlah untuk kuat menahan segala tekanan yang selalu mengancam
Karena takkan selamanya aku dapat mendekapmu
Belajar untuk tetap tegak berdiri adalah sebuah tuntutan yang mutlak
Karena tak selamanya raga ini ada
Belajar untuk menghargai saat ada merupakan hal besar untuk menyadarinya

Kamis, 16 April 2009

Cerita Si Magic Jempol

Aku punya seorang temen.
Cewek.
Sebut saja Si Magic Jempol.
Setelah kurang lebih 10 tahun aku nggak pernag sama sekali ketemu dia.
Dengan tiba-tiba dia SMS.
SMS nya sebenarnya biasa saja.
Standard.
Cuman tanya kabar doang.
Tapi yang membuatku heran.
Bagaimana dia bisa menemukan nomor telepon flexiku.
Padahal nomor flexi itu baru berumur kurang lebih 1 tahun pemakaian.
Lalu dia telepon.
Sampek 1 jam.
Lebih malah.
Waktu aku tanya sama dia.
Bagaimana dia tahu nomor flexiku.
Dia cuman njawab.
Dari jempolku.
Saking bangganya dia sama jempolnya.
Di CBox blog ini dia juga kasih nama magic jempol.
Makanya sebut saja dia Si Magic Jempol.
Tanggal 10 Aprill 2009 kemarin.
Dia ternyata datang ke cikarang.
Dan ternyata adiknya kerja di cikarang.
Meski telepon gratis dari flexi ke flexi.
Pembicaraan tidak bisa berlangsung lama.
Hingga dia pulang ke jember tanggal 13 April 2009.
Aku nggak bisa datang ke tempat adiknya.
Selama dia ada di cikarang.
Akupun nggak bisa ketemu dia.
Alasanku sibuk.
Aku memang sibuk.
Kebetulan pas banyak kerjaan.
Sori ya Si Magic Jempol.
Sori banget.

Maafkan Aku Kekasihku









Ketika kerinduan itu harusnya ada
Aku lebih memilih menghilang dengan apa yang menjadi kesenanganku

Ketika perhatian itu mestinya datang
Aku lebih memilih memalingkan wajahku

Saat keinginan untuk membagi sedikit cerita
Telingaku terarah tidak padanya

Bukannya aku tak ingin mengobati kerinduannya
Bukan pula tidak memperhatikannya
Juga bukan tidak mendengar ceritanya

Mungkin caraku berbeda
Berbeda dari kebiasaan manusia lainnya
Aku punya cara untuk menyayanginya
Aku punya jalan cinta untuknya

Maafkan aku kekasihku
Bila telah banyak rindumu yang tak sempat terobati
Bila tidak banyak perhatian yang tidak kau dapati
Bila banyak cerita yang terlewati


Maaf bila caraku tidak seperti cara yang kau inginkan

Selasa, 17 Maret 2009

Pesan dari Pemilik Modal

Seringkali saya merasa malu dengan orang lain
Terlebih lagi pada diri saya sendiri
Kemarahan yang tak dapat ditahan ketika saya hanya ingin marah
Hanya ingin marah

Tidak satupun orang yang luput dari kemarahan saya
Tidak satu hatipun yang tidak saya paku pagar rumahnya
Meski tak perlu saya cabut paku di pagar itu, paku-paku itu tercabut sendiri dari pagar hati mereka
Karena mereka saya anggap sebagai anjing-anjing saya

Saya tidak peduli siapa mereka
Karena mereka adalah anjing-anjing saya
Apapun yang saya ucapkan, menjadi mantra mujarab yang akan menjadi kenyataan

Saya tidak peduli apakah mereka punya hati atau tidak
Yang penting...
Saya hanya ingin marah
Pokoknya marah

Saya tahu apa yang anjing saya lakukan untuk saya
Mereka bekerja untuk saya
Mereka kerja untuk membiayai penerbangan saya
Mereka menghasilkan uang untuk kesenangan saya
Modalnya kan memang dari saya

Apa esensi kemarahan saya pada mereka
Saya sendiri tidak tahu
Saya hanya ingin menusukkan paku ke pagar hati mereka
Saya tidak peduli berlubang ataukah tidak
Saya tidak punya urusan dengan ketersinggungan hati mereka
Mereka masih butuh makan
Mereka pasti masih akan mengekor pada saya dan meminta saya untuk mengulurkan tangan saya untuk mereka

Rabu, 11 Maret 2009

Pelajaran atau sebuah sign...?

Saya nggak ngerti...

Banyak hal yang saya pahami sebagai sebuah pembelajaran. Banyak hal yang menyenangkan yang seringkali lupa untuk disyukuri. Dan ketika kesempitan datang, hanya bisa kembali pada Alloh, duduk bersimpuh, hanya bisa meminta dan terus meminta tanpa ada kontribusi yang berarti yang dilakukan di jalan-Nya.

Sering kali diri ini merasa malu ketika datang kepada Alloh dengan setumpuk beban pikiran. Malu karena bisanya hanya meminta, memohon, dan bersedih dengan permasalahan yang dibawa. Tapi ketika kelapangan datang, ketika Alloh membimbing untuk menuju kelegaan, kembali pikiran ini hanya tertuju pada yang namanya keduniawian. Ya Alloh, mudah-mudahan saya bukan termasuk dalam orang-orang yang melampaui batas...

Beberapa manusia bahkan tidak tahu bahwa dia ada yang menciptakan. Mereka hanya berpikir bahwa keberadaannya adalah konsekuensi dari hubungan ayah ibunya. Sehingga dia tidak menyadari bahwa ada konsekuensi logis abstrak dari setiap hal yang dilakukannya. Konsekuensi abstrak yang dimaksud adalah dosa dan atau pahala sebagai akibat dari apa yang telah dilakukan.

Ketika hidup dianalogikan seperti orang yang berjualan di atas kereta, yang berhenti di setiap stasiun kota, berpindah dari kereta satu ke kereta lainnya, hingga tidak disadari bahwa kemana kereta ini berjalan, karena hanya ingin mengejar setoran yang hanya didapatkan di atas kereta, waw...gak keluar dari logika kan kalo orang semacam ini sampai bingung untuk pulang, karena dia tidak tahu kemana kereta yang dia kejar-kejar itu berakhir.

Ya...itu hanya analogi saya saja, yang dianggap bodoh...gak ngerti kalo banyak dibohongi karena sebuah kepentingan...
Ya konsekuensi logisnya jangan pernah menyalahkan orang lain kalau orang yang menganggap orang lain itu bodoh, orang yang membohongi orang lain demi kepentingannya itu...tidak dipercaya dan tidak dianggap oleh orang lain.

Kalo masih belum ngerti dengan 2 kalimat terakhir di atas, coba direnungkan lagi...
Apakah Anda termasuk orang yang demikian atau tidak.

Terima kasih untuk pembelajaran hari ini yang begitu menyakitkan tapi berarti.

Selasa, 03 Maret 2009

Antara Jakarta - Surabaya


Ada pro-kontra atas keinginan saya untuk kembali ke Jawa Timur.

Beberapa sahabat memberikan dukungannya atas keinginan itu, saya berpikir paling tidak untuk menyambung silaturahmi yang memang sudah lebih dari 10 tahun tidak terjalin dengan baik. Hanya telp, YM, Facebook, Blog yang jadi alat untuk menjalin komunikasi.

Apalagi keluarga & saudara. Do'a mereka pada Alloh bagi saya untuk sebuah keinginan agar saya dapat kembali ke Surabaya dengan kehidupan yang sama dengan di Cikarang.

Memang hampir tidak ada beda pola kehidupan di Jakarta & Surabaya. Hampir sama, hanya saja di Jakarta jenis etnis yang berebut makan lebih banyak daripada di Surabaya.

Tapi, beberapa sahabat pula menyarankan agar saya tetap stay di Jakarta. Meski entah sampai kapan, selama potensi di Jakarta masih bisa di-explore, lebih baik tetap stay di Jakarta.

Hati dan logika terkadang memang nggak bisa nyambung.

Ketika hati menginginkan untuk melakukan sesuatu demi ketenangannya (perasaan), logika mengajak untuk melakukan sesuatu yang bisa diterima olehnya (otak).

Terkadang saya bertanya pada diri saya (baik pada hati maupun pada logika):
"Apakah saya termasuk orang yang tidak bersyukur atas segala rizki yang diberikan oleh-Nya?"
"Kenapa selalu ada yang kurang, baik dari hati maupun dari logika, untuk dapat mewujudkan cita-cita?"

Terkadang terjadi gejolak dalam diri saya sendiri.

Ketika saya berada pada zona kenyamanan di Jakarta, tidak terlintas tentang bagaimana keluarga & saudara saya di Surabaya.
Ketika saya berada di Surabaya, tidak ada keinginan untuk kembali ke Jakarta, meski di beberapa sudut kota, Jakarta lebih gemerlap dibandingkan Surabaya.

Kuantitas teman-teman saya ternyata memang lebih banyak di Jakarta, meski mereka notabene-nya kaum urban yang juga berasal dari Jawa (Timur).

Saudara sepertemanan saya dari Malang, begitu mensupport saya untuk kembali ke timur.
Teman facebook saya dari Surabaya menyarankan bahwa stay di Jakarta jauh lebih baik daripada pulang kampung.

Ya...sudah lah.
Nang endi ae Gusti Alloh ngelungno rejeki, yo nang kono Insya Alloh aku ambek keluargaku nadahi lung-lungane Gustiku. Nyuwun barokahing urip, ngabdi marang Gusti, nyenengno sanak sadulur, nuntasno tugas sebagai kholifah, kanggo anak-bojo & wong tuwo.

Dungane yo...

Senin, 16 Februari 2009

Paku pada Pagar Rumah Anda

Bacalah dengan teliti, semoga bermanfaat:
[Kesamaan nama yang ada pada narasi ini hanyalah kebetulan.]

1. Rahardian adalah seorang anak dengan watak yang sangat buruk. Ayahnya, Pak Rafi memberikannya sekantung paku dan menyuruhnya memakukan satu batang paku pada pagar depan rumah bila Rahardian kehilangan kesabarannya dan melampiaskan kemarahan itu pada orang lain.

2. Hari pertama Rahardian berhasil memakukan 30 paku di pagar depan rumah. Hari kedua 50 paku dan hari ketiga 65 paku.

3. Hari-hari berikutnya dia berusaha untuk tidak memakukan sisa paku yang ada di dalam kantung. Dia berusaha menahan diri. Untuk tidak marah dan melampiaskan kemarahannya pada orang lain.

4. Satu minggu kemudian, Rahardian datang pada Pak Rafi. Dia bercerita pada ayahnya bahwa sudah 145 paku yang telah dia pakukan di pagar depan rumah. Pak Rafi tersenyum melihat anaknya, dimana Pak Rafi menaruh harapan besar pada Rahardian.

5. Pak Rafi mengajak Rahardian untuk melihat pagar yang telah dipaku itu. Buru-buru Rahardian membuka kantung berisi sisa paku. “Pa, masih banyak sisa paku di kantung. Rahardian berusaha menahan diri untuk tidak marah-marah.” Pak Rafi tersenyum sangat manis tanda dia sangat menyayangi anaknya.

6. Setibanya di pagar depan rumah, sekali lagi Pak Rafi tersenyum sambil melihat ke arah anak kabanggannya itu. “Nak, cabutlah paku-paku yang telah kau tancapkan ini setiap kali kau berbuat baik pada orang yang telah kau caci maki.” Pak Rafi memeluk anaknya yang terlihat kebingungan mendengar instruksi sang ayah.

7. Butuh waktu 2 hari saja Rahardian mencabut paku-paku itu yang tentu saja mengikuti instruksi sang ayah. Hari-hari berikutnya, Rahardian terlihat lebih bijak, lebih dewasa dan terlihat lebih helpfully dari sebelumnya. Tentu saja ini bukan hal mudah dalam me-manage hati dan pikiran.

8. Satu minggu kemudian, Rahardian datang lagi ke Pak Rafi. Dia mengajak sang ayah untuk melihat pagar, tak satupun paku itu tersisa. “Pa, semua paku sudah kutebus dengan berbuat baik pada orang-orang yang telah mendapatkan kemarahanku.”

9. “Wow...ternyata anak Papa sudah bisa mengendalikan hati dan pikiran untuk tidak mudah marah.” Rahardian merasa seperti telah memenangkan sebuah sayembara. Rasa bangga, bahagia dan yang pasti merasa jauh lebih baik dibandingkan 2 minggu lalu.

10. Di sela-sela kebanggaan yang dirasakan oleh Rahardian, Pak Rafi menepuk pundak generasi penerusnya itu. Dia mengajak Rahardian untuk melihat lebih dekat pagar-pagar itu. “Coba lihat anakku...berapa banyak lubang yang telah kau ciptakan di permukaan kayu pagar ini? Pagar ini tidak akan kembali seperti semula. Bila kau marah-marah, hal itu meninggalkan luka di hati orang yang kau marahi seperti pada pagar ini.”

11. “Kau bisa menusukkan pisau di punggung orang dan mencabutnya kembali, tapi akan meninggalkan luka. Tak peduli berapa kali kau meminta maaf dan menyesal, lukanya akan tinggal dan berbekas.”


Mungkin hal di atas adalah hal biasa. Bahkan beberapa orang malah menerapkan management marah di lingkungannya untuk mendapatkan apa yang diinginkan.

Satu hal yang saya percaya, bahwa orang yang dimarahi tidak akan dapat berpikir jernih saat itu. Yang ada di pikirannya adalah bagaimana caranya untuk meng-counter attack dari hal yang dimarahkan padanya. Tidak ada masterpiece yang dapat tercipta. Tidak ada jalan keluar terbaik kecuali temporary way out bukan long term way out.

Terima kasih atas pelajaran hari ini. Semoga hari-hari kita dapat lebih bermanfaat bagi kehidupan & lingkungan. Semoga hal ini bisa menjadi salah satu jalan pengabdian diri kepada-Nya.

Jumat, 13 Februari 2009

Timbang Scrap

Beberapa waktu lalu saya mendapat giliran piket untuk timbang scrap material (limbah potongan material) di pabrik. Bukannya keberatan, tapi ribetnya itu lo...

Setelah set up timbangan dan lay out-nya, penimbangan pun dimulai.

Ada kurang lebih 5 pekerja yang dibawa oleh pembeli. Saya hanya melihat angka yang ada di timbangan.

Beberapa kali penimbangan, kasihan juga melihat kerja keras mereka. Padahal scrap itu gatel kalo kontak langsung dengan kulit, apalagi sedang berkeringat.









Ya Alloh, Alhamdulillah Engkau memberi hamba pekerjaan tidak seberat mereka.

Akhirnya acara penimbangan scrap pun selesai. Menyisakan beberapa serutan material yang terlewat dari sapu lidi yang digunakan untuk menyapi lantai. Minyak pun masih berceceran meski nggak banyak.

Sebelum pulang, masih sempat saya lihat mereka bergelantungan di atas truk yang mengangkut scrap.

Senin, 02 Februari 2009

Going Home

When I see these pictures, my chest trembling. Too long I spend time far away from them. Me, who must be followed their growth, still stay very far.

Ketika aku melihat-lihat foto ini, dadaku bergetar. Terlalu lama aku jauh dengan mereka. Aku, yang seharusnya mengikuti pertumbuhan mereka, ada jauuuuuhhhhh sekali.

Nothing near. Eyes, heart, think, whatever. All have been away. Far away. My head too much think about wealth. Wealth that never ever subside event had dug.

Tak ada yang dekat. Mata, hati, pikiran, atau apapun. Semua jauuuuhhhh. Jauuuuuhhhh sekali. Kepalaku terlalu dipenuhi hal-hal materi. Materi yang nggak pernah surut meski terus digali.

I wanna explain that I’m alone here
I wanna show to everyone that I wanna going home...

Ingin diriku jelaskan bahwa diriku hanyalah sendiri di sini
Ingin kutunjukkan pada siapa saja yang ada bahwa diriku ingin pulang....

Event I entertain my self, can’t shift for heart trembing. My emotion not stabler
Not stronger, instead brittler...

Meski sambil nonton TV, bergetarnya hati tak tergantikan. Emosiku semakin nggak stabil. Bukannya tambah tegar, malah semakin rapuh...

Sorry brothers, I still away from you

Maafkan aku saudaraku, aku masih sangat jauh dari kalian.






















Sri, my brother’s (Wibisono) wife – in Gresik
















My brother’s room – in Gresik



















My no. 2 brother, his name is Wibisono – in Gresik








This is my youngest brother, his name is Setiawan – in Kalisat






This is me, hadiawan, stayed (for a moment) in Wibisono’s room – Gresik just a moment.


I will miss you East...

Efek dari Jalan-jalan ke Lampung

Alhamdulillah....
Puji syukur Ya Alloh....

Saat lebaran 2008 lalu, saya memang nggak pulang ke Jember. Meski sedikit sedih karena nggak ngendangi kampung halaman, tapi kok ada hikmahnya ya...

Baru 1 kali saya trip ke Lampung, ke Pringsewu tepatnya.
Di sana saya di jamu dengan sangat baik (Thank You very much untuk keluarga Bapak Suhudi)

Tidak ada hal yang sangat istimewa kecuali jamuan yang sangat baik itu.
Sekembali ke Cikarang, rasanya liburan itu kurang lama.
Buka-buka situs tentang Lampung, Bandar Lampung, Pringsewu, dll...
Sampai akhirnya saya ikut membernya Pringsewu Community

Wow...responnya very-very good
Mungkin temen-temen di Pringsewu Community mengira saya orang Pringsewu...
Alhamdulillah....
Terima kasih temen-temen di Pringsewu Community...
Jadi nambah temen, nambah sodara, berarti nambah pengalaman hidup saya dan yang pasti saya akan nambah pelajaran...

Thanks to Mas Azimutyo, Mas Faizin, Mas Rury, Mas Kahfi, Mbak Ria Afriani, Mas Suwaruno, Mas Mukhtar, Mas Sjaiful Rohman, Mas Arman Mashduqi, dan yang lain yang nggak kesebut...

Rabu, 28 Januari 2009

Letih Banget Hari Ini..

Malam ini...
Telah lewat keinginan untuk tidur, padahal mata sudah terasa sangat sepet...sepet pol...

Melihat kembali semua yang terjadi hari ini...
Begitu melelahkan.

Vendor meeting, alhamdulillah..., meski bukan the best vendor, tapi nama perusahaan terbaikku ini nggak terpampang saat diperlihatkan slide The Worst Vendor.

Keliling-keliling ketemu calon customer...
Nggak ada good news yang bisa saya dengar...
Perut kelaparan karena nggak ada camilan seperti di kantor
Kalo udah nyetir, ada sesuatu di otak yang diputer-puter, kemana customer selanjutnya sambil pencet-pencet handphone, sudah lupa sama yang lain-lain.

Nyampek kantor sekitar jam 5 sore...
Suasananya nggak enak, gak pahit sih, tapi ada sesuatu yang nggak enak, hambar, ada tertawaan yang disembunyikan, ada ledekan yang ditahan...
Heh...aku tahu apa itu...telah terjadi kebocoran...

Seorang teman mencoba menetralkan keadaan.
"Pulang ajalah...udah kelihatan capek juga."

Ya...
Aku memang capek...
Berangkat jam 5.45 pagi dari rumah, ngejar waktu buat vendor meeting, jalanan macet ruwet dan panas, customer gak ada good news, balik ke kantor...e, nggak enak sama sekali.

Jam 9 malem ini aku ngetik di wartel...
Moto yo wis sepet...
Weteng yo wis luwe...
Tapi utekku jek muterrrrr ae....

Yo wis lah...ngono ae...wis tutupen komputermu...
(kanggo sopo sing moco...gak usah dikomentari, sing nulis iki lagi kumat mendeme, cankemku ngoceh terus gak meneng-meneng)

Kamis, 15 Januari 2009

Sebuah Berita yang (mungkin) Belum Pernah Anda Dengar




Sebelum membaca forward-an dari seorang sahabat ini, saya berpikir ini adalah berita biasa. Terus terang sejarah ini belum pernah diajarkan pada saat saya sekolah.


Benar-benar menggugah hati saya sebagai warga negara Indonesia Raya, bangsa yang Besar dan akan selalu tumbuh semakin besar, sebesar penghargaan kita pada para moyang pejuang, dan bangsa-bangsa di dunia yang mendukung berdirinya Indonesia Raya.



-dari milis tazkiaalumni-

YANG BELUM TAU BIAR PADA TAU........Ngapain sih repot-repot turun kejalan mendukung Palestina, bikin macet jalan doang??! Pake kibar-kibarin bendera mereka lagi….

Kalau ada ribut-ribut di negara-negara Arab, misalnya di Mesir, Palestina, atau Suriah, kita sering bertanya apa signifikansi dukungan terhadap Negara tersebut. Misalnya hari ini ketika Palestina diserang. Ngapain kita ( Indonesia ) sibuk sendiri ?


Btw, buat yang kepikir kayak gitu...


Semoga info berikut membantu menyadarkan kita (Bangsa besar Indonesia )


Kita sebagai orang Indonesia malah berhutang dukungan untuk Palestina dan negara arab lain. Dari sumber yang saya peroleh (insyaallah shahih):

Sukarno-Hatta boleh saja memproklamasikan kemerdekaan RI de facto pada 17 Agustus 1945, tetapi perlu diingat bahwa untuk berdiri (de jure) sebagai negara yang berdaulat, Indonesia membutuhkan pengakuan dari bangsa-bangsa lain.


Pada poin ini kita tertolong dengan adanya pengakuan dari tokoh tokoh Timur Tengah, sehingga Negara Indonesia bisa berdaulat.Temen-temen tau tidak bahwa gong dukungan untuk kemerdekaan Indonesia ini dimulai dari Palestina dan Mesir, seperti dikutip dari buku "Diplomasi Revolusi Indonesia di Luar Negeri" yang ditulis oleh Ketua Panitia Pusat Perkumpulan Kemerdekaan Indonesia , M. Zein Hassan Lc.

M. Zein Hassan Lc. Lt. sebagai pelaku sejarah, menyatakan dalam bukunya pada hal. 40, menjelaskan tentang peranserta, opini dan dukungan nyata Palestina terhadap kemerdekaan Indonesia , di saat negara-negara lain belum berani untuk memutuskan sikap.

Dukungan Palestina ini diwakili oleh Syekh Muhammad Amin Al-Husaini -mufti besar Palestina- secara terbuka mengenai kemerdekaan Indonesia :".., pada 6 September 1944, Radio Berlin berbahasa Arab menyiarkan 'ucapan selamat' mufti Besar Palestina Amin Al-Husaini (beliau melarikan diri ke Jerman pada permulaan perang dunia ke dua) kepada Alam Islami, bertepatan 'pengakuan Jepang' atas kemerdekaan Indonesia .

Berita yang disiarkan radio tersebut dua hari berturut-turut, kami sebar-luaskan, bahkan harian "Al-Ahram" yang terkenal telitinya juga menyiarkan." Syekh Muhammad Amin Al-Husaini dalam kapasitasnya sebagai mufti Palestina juga berkenan menyambut kedatangan delegasi "Panitia Pusat Kemerdekaan Indonesia " dan memberi dukungan penuh.

Peristiwa bersejarah tersebut tidak banyak diketahui generasi sekarang, mungkinjuga para pejabat dinegeri ini. Bahkan dukungan ini telah dimulai setahun sebelum Sukarno-Hatta benar-benar memproklamirkan kemerdekaan RI.Tersebutlah, seorang Palestina yang sangat bersimpati terhadap perjuangan Indonesia, Muhammad Ali Taher. Beliau adalah seorang saudagar kaya Palestina yang spontan menyerahkan seluruh uangnya di Bank Arabia tanpa meminta tanda bukti dan berkata: "Terimalah semua kekayaan saya ini untuk memenangkan perjuangan Indonesia .."

Temen-temen. ...berapa uang kita yang sudah diperuntukan kepada mereka yang dulu telah membantu moyang kita...?????

Dukungan mengalir setelah itu. Di jalan-jalan terjadi demonstrasi- demonstrasi dukungan kepada Indonesia oleh masyarakat Timur Tengah.Ketika terjadi serangan Inggris atas Surabaya 10 November 1945 yang menewaskan ribuan penduduk Surabaya , demonstrasi anti Belanda-Inggris merebak di Timur-Tengah khususnya Mesir. Sholat ghaib dilakukan oleh masyarakat di lapangan-lapangan dan masjid-masjid di Timur Tengah untuk para syuhada yang gugur dlm pertempuran yang sangat dahsyat itu.

Yang mencolok dari gerakan massa internasional adalah ketika momentum Pasca Agresi Militer Belanda ke-1, 21 juli 1947, pada 9 Agustus. Saat kapal "Volendam" milik Belanda pengangkut serdadu dan senjata telah sampai di Port Said.

Ribuan penduduk dan buruh pelabuhan Mesir berkumpul di pelabuhan itu. Mereka menggunakan puluhan motor-boat dengan bendera merah putih –tanda solidaritas- berkeliaran di permukaan air guna mengejar dan menghalau blokadeterhadap motor-motor- boat perusahaan asing yang ingin menyuplai air & makanan untuk kapal "Volendam" milik Belanda yang berupaya melewati Terusan Suez , hingga kembali ke pelabuhan.

Temen-temen gimana rasannya saat melihat bendera kita di kibarkan oleh bangsa lain dengan kesadaran penuh menunjukan rasa solidaritasnya. ..????

Karena mereka peduli.


Wartawan 'Al-Balagh' pada 10/8/47 melaporkan:"Motor-motor boat yang penuh buruh Mesir itu mengejar motor-boat besar itu dan sebagian mereka dapat naik ke atas deknya. mereka menyerang kamar stirman, menarik keluar petugas-petugasnya, dan membelokkan motor-boat besar itu kejuruan lain."

Melihat peliknya usaha kita untuk merdeka, semoga bangsa Indonesia yang saat ini merasakan nikmatnya hidup berdaulat tidak melupakan peran bangsa bangsa Arab, khususnya Palestina dalam membantu perdjoeangan kita.Temen-temen, setelah baca cerita ini sayapun tidak memaksa (kalau merasa keberatan) untuk turun kejalan, memberi sumbangan dana atau apalah namannya.

Saya juga belum paham betul duduk permasalah yang begitu ruwet di palestina. Setidaknya kita diingatkan bahwa kenikmatan kita hari ini, tidak lepas dari bantuan moyang mereka jua………….dan saya hanya menegur diri saya sendiri, bahwa disana (palestina) sedang ada musibah kemanusiaan. Sebagaimana Indonesia puluhan tahun yang lalu.


One man one dollar to save palestina!!! !!!!

Rabu, 07 Januari 2009

Welcome to My House

Selamat datang di rumahku…
Not very good, not very big, but I think enaough for all activity.
Rumah tempat aku menghenyakkan badan selepas kerja, tempat di mana aku menyiapkan banyak hal untuk istriku yang nggak juga datang.
Rumah yang kuperuntukan bagi anak-anakku yang juga belum datang bersama ibunya.
Aku melengkapinya dengan semua kebutuhan mereka.
Rumah ini juga tempat dimana segala perjuangan hidup dilakukan

Selasa, 06 Januari 2009

..Hidup adalah sebuah pilihan. Saat kamu membuang seluruh masalah, setiap keadaan adalah sebuah pilihan..

Forward dari seorang teman.
Semoga saat ini kita bisa mulai untuk belajar...



-Menjadi orang yang berpikir positif-

Jerry adalah seorang manager restoran di Amerika. Dia selalu dalam semangat yang baik dan selalu punya hal positif untuk dikatakan. Jika seseorang bertanya kepadanya tentang apa yang sedang dia kerjakan, dia akan selalu menjawab, "Jika aku dapat yang lebih baik, aku lebih suka menjadi orang kembar!"

Banyak pelayan di restorannya keluar jika Jerry pindah kerja, sehingga mereka dapat tetap mengikutinya dari satu restoran ke restoran yang lain. Alasan mengapa para pelayan restoran tersebut keluar mengikuti Jerry adalah karena sikapnya.

Jerry adalah seorang motivator alami. Jika karyawannya sedang mengalami hari yang buruk, dia selalu ada di sana, memberitahu karyawan tersebut bagaimana melihat sisi positif dari situasi yang tengah dialamai.

Melihat gaya tersebut benar-benar membuat aku penasaran, jadi suatu hari aku temui Jerry.

Akupun bertanya padanya, "Aku tidak mengerti! Tidak mungkin seseorang menjadi orang yang berpikiran positif sepanjang waktu. Bagaimana kamu dapat melakukannya? "

Jerry menjawab, "Tiap pagi aku bangun dan berkata pada diriku, aku punya dua pilihan hari ini. Aku dapat memilih untuk ada di dalam suasana yang baik atau memilih dalam suasana yang jelek. Aku selalu memilih dalam suasana yang baik. Tiap kali sesuatu terjadi, aku dapat memilih untuk menjadi korban atau aku belajar dari kejadian itu. Aku selalu memilih belajar dari hal itu. Setiap ada sesorang menyampaikan keluhan, aku dapat memilih untuk menerima keluhan mereka atau aku dapat mengambil sisi positifnya. Aku selalu memilih sisi positifnya."

"Tetapi tidak selalu semudah itu," protesku.

"Ya, memang begitu," kata Jerry,
"Hidup adalah sebuah pilihan. Saat kamu membuang seluruh masalah, setiap keadaan adalah sebuah pilihan. Kamu memilih bagaimana bereaksi terhadap semua keadaan. Kamu memilih bagaimana orang-orang disekelilingmu terpengaruh oleh keadaanmu. Kamu memilih untuk ada dalam keadaan yang baik atau buruk. Itu adalah pilihanmu, bagaimana kamu hidup."

Beberapa tahun kemudian, aku dengar Jerry mengalami musibah yang tak pernah terpikirkan terjadi dalam bisnis restoran: membiarkan pintu belakang tidak terkunci pada suatu pagi dan dirampok oleh tiga orang bersenjata. Saat mencoba membuka brankas, tangannya gemetaran karena gugup dan salah memutar nomor kombinasi. Para perampok panik dan menembaknya. Untungnya, Jerry cepat ditemukan dan segera dibawa ke rumah sakit.

Setelah menjalani operasi selama 18 jam dan seminggu perawatan intensif, Jerry dapat meninggalkan rumah sakit dengan beberapa bagian peluru masih berada di dalam tubuhnya.

Aku melihat Jerry enam bulan setelah musibah tersebut. Saat aku tanya Jerry bagaimana keadaannya, dia menjawab, "Jika aku dapat yang lebih baik, aku lebih suka menjadi orang kembar. Mau melihat bekas luka-lukaku? "

Aku menunduk untuk melihat luka-lukanya, tetapi aku masih juga bertanya apa yang dia pikirkan saat terjadinya perampokan.

"Hal pertama yang terlintas dalam pikiranku adalah bahwa aku harus mengunci pintu belakang," jawab Jerry. "Kemudian setelah mereka menembak dan aku tergeletak di lantai, aku ingat bahwa aku punya dua pilihan: aku dapat memilih untuk hidup atau mati. Aku memilih untuk hidup."

"Apakah kamu tidak takut?" tanyaku.

Jerry melanjutkan, " Para ahli medisnya hebat. Mereka terus berkata bahwa aku akan sembuh. Tapi saat mereka mendorongku ke ruang gawat darurat dan melihat ekspresi wajah para dokter dan suster aku jadi takut. Mata mereka berkata 'Orang ini akan mati'. Aku tahu aku harus mengambil tindakan."

"Apa yang kamu lakukan?" tanyaku lagi .

"Disana ada suster gemuk yang bertanya padaku," kata Jerry. "Dia bertanya apakah aku punya alergi.. 'Ya' jawabku. Para dokter dan suster berhenti bekerja dan mereka menunggu jawabanku. Aku menarik nafas dalam-dalam dan berteriak, 'Peluru!' Ditengah tertawa mereka aku katakan, 'Aku memilih untuk hidup. Tolong aku dioperasi sebagai orang hidup, bukan orang mati'."

Jerry dapat hidup karena keahlian para dokter, tetapi juga karena sikapnya, hidupnya yang mengagumkan. Aku belajar dari dia bahwa tiap hari kamu dapat memilih apakah kamu akan menikmati hidupmu atau membencinya.

Satu hal yang benar-benar milikmu yang tidak bisa dikontrol oleh orang lain adalah sikap hidupmu, sehingga jika kamu bisa mengendalikannya dan segala hal dalam hidup akan jadi lebih mudah.

Sekarang kamu punya dua pilihan:
1. Kamu dapat menutup mail ini, atau
2. Kamu meneruskannya ke seseorang yang kamu kasihi.

Aku berharap kamu memilih #2, karena aku telah melakukannya.