Senin, 06 Oktober 2008

Vacational (Liputan Istimewa) to Lampung

Please imagine. Pictures are not available, the camera was lost with all captures. Sorry to readers.

H-10 musim mudik lebaran 1429H / 2008M sudah sangat terasa. Bahasan pembelian tiket untuk pulang kampung hangat dibicarakan di setiap sisi kota ini. Tak terkecuali di pabrik tempatku bekerja.

Aku memang tidak mengajukan cuti tambahan setelah cuti bersama. Jadi tanggal 6 Oktober 2008. Aku memang merencanakan untuk tidak pulang ke Jember, karena bulan Agustus 2008 lalu aku sempat pulang ke Surabaya untuk pernikahan adikku. Jadinya aku minta ijin ibuku untuk nggak pulang pada Lebaran 1429H ini. Dan ibuku memberikan ijin untuk nggak pulang. Ibuku sendiri memutuskan untuk berlebaran di Surabaya, di rumah Bu De ku.

Kurang lebih H-5, Didit-temanku, mengajakku ke Lampung, istrinya orang Lampung. Ditambah lagi Gembvl-temanku juga, menawarkan motornya kalau aku mau pergi ke Lampung. Pikir-pikir...lalu aku putuskan untuk jalan ke Lampung.

Sabtu, 27 September 2008, 10.00:
Persiapan motor, ganti oli dan ban dalam depan.

Sabtu, 27 September 2008, 19.00:
Menjenguk temanku yang lain, Rudi-Lia yang melahirkan putra ke-2 mereka.

Sabtu, 27 September 2008, 21.00:
Perjalanan dimulai dari rumah kontrakan Didit. 2 motor 4 orang. Didit bersama Elly-istrinya. Aku bersama Rifa’i-adik Elly yang juga staff QC di tempatku bekerja.
Perjalanan menyusuri Jalan Inspeksi Kalimalang cukup lancar hingga daerah Jaka Sampurna, Bekasi. Setelah itu macet bukan main. Jumlah motor bisa dikira lebih dari 10.000 motor hingga pertigaan jalan Raden Inten, belum termasuk mobil.
Perjalanan kembali lancar setelah melalui Lampu Merah Jati Asih. Cawang, sepanjang jalan di tepian jalan tol dalam kota Jakarta, Kalideres, Kota Tangerang, hingga menjelang Cikande.

Minggu, 28 September 2008, 00.30:
Kami harus berhenti di SPBU, Balaraja Barat sebelum Kawasan Industri Modern Cikande. Didit kehabisan bensin, sedang motorku masih belum perlu isi ulang. Sambil menunggu antrian Didit, aku bersama Rifa’i dan Elly beristirahat. Beberapa pemudik motor juga banyak yang beristirahat.

Minggu, 28 September 2008, 01.00:
Perjalanan kembali dilanjutkan. Tidak ada macet, hanya volume pemudik bertambah.

Minggu, 28 September 2008, 02.00:
Kami kembali harus berhenti. Motorku butuh tambahan bensin. Berhenti di SPBU kota Cilegon.

Minggu, 28 September 2008, 02.15:
Perjalanan mulai macet. Kurang lebih 5km menjelang Pelabuhan Merak.

Minggu, 28 September 2008, 02.30:
Sampai di Pelabuhan Merak, berhasil menyusur kemacetan yang kurang lebih sepanjang 5km. Sampai di depan pintu penyeberangan, kami harus berhenti. Tidak jelas apa masalahnya. Yang jelas perjalanan tidak dapat dilanjutkan. Sekumpulan motor harus stagnant. Persis genangan air di cekungan. Kondisi ini berlangsung sangat lama dan menjengkelkan.
Dalam penantian yang serba tidak jelas, bayak fotografer yang memanfaatkan moment ini untuk mendapatkan best captures masing-masing. Hingga satu diantara pengendara motor ada yang pingsan, tak satupun petugas atau fotografer atau wartawan nggak jelas itu datang membantu. Diteriaki bahwa ada yang pingsan, mereka hanya melemparkan sekejap lampu blits mereka dengan sombongnya. Akhirnya pemudik lain yang membantu menyadarkan orang yang pingsan.
Aku sendiri seperti sudah nggak kuat. Tidak ada makanan atau minuman. Hanya ada sisa air mineral setengah dari kemasan sedang. Aku tuntaskan untuk sahur, kuminum kurang lebih pukul 04.30 sebelum adzan subuh. Letih, ngantuk sudah meliputi semua pemudik motor. Aku tertelungkup pada stang motor. Rifa’i mendekapku agar tidak jatuh karena iapun ngantuk berat. Kepalanya sudah nggak bisa diangkat. Dekapannya pun sama sekali tidak erat, hanya sebagai indikator kami masih bersama-sama di atas satu motor.
Masa penantian inipun masih belum berakhir.

Minggu, 28 September 2008, 07.10:
Motor kembali bergerak. Gate pembelian tiket menyeberang kembali dibuka. Rifa’i berlari turun dari motor untuk membeli tiket hingga kami bisa masuk ke dermaga. Inipun kami harus kembali menunggu. Antrian lebih padat. Ngantuk kembali menyerang. Rifa’i hampir terjatuh karena pegangannya di perutku terlepas saking letihnya, akupun ikut terkejut. Emosi kembali meningkat karena motor tidak segera dimuat ke dalam kapal, sedangkan sudah lebih dari 70 mobil dimuat ke dalam kapal.

Minggu, 28 September 2008, 08.00:
Kami mulai bergerak mendekati dermaga. Dan akhirnya...motorku dapat memasuki dek kapal. Lega rasanya...tapi mata sudah tak berkehendak untuk pejam. Ngantuk hilang, begitu juga Rifa’i. Tapi Didit dan Elly, begitu mendapat tempat duduk di kapal, langsung tidur.

Minggu, 28 September 2008, 08.20:
Kapal mulai bergerak menjauhi dermaga. Beberapa pemuda minta di sawer dengan uang untuk melompat dari dek teratas terjun ke laut hanya untuk mengejar kepingan 500 Rupiah. Kurasakan detik demi detik perjalanan kapal ini. Baru pertama kalinya aku menggunakan jasa transportasi laut. Kami berada di dek lantai 2 KM Rajabasa.

Minggu, 28 September 2008, 09.30:
Pelabuhan Merak, Banten sudah tidak nampak. Sebagai gantinya, Tugu Siger Lampung berwarna kuning mulai terlihat meski belum sangat jelas. Rifa’i menjelaskan bahwa itulah lambang masyarakat Lampung. Tugu kebanggaan mereka. Bentuknya seperti mahkota, warna kuning diibaratkan emas, dan warna ini memang sudah terlihat meski posisi kapal masih jauh.
Kapten kapal mengumumkan bahwa kapal harus berhenti karena kapal harus antri untuk masuk ke dermaga. Kurang lebih 1 jam.

Minggu, 28 September 2008, 10.30:
Kapal merapat. Pintu dek paling bawah dibuka depan dan belakang dan semua motor naik ke dek lalu keluar kapal. Welcome to Pelabuhan Bakauheni, Lampung. Lega rasanya hati ini. Udara Lampung sudah bisa kuhirup. Panas, tapi angin laut seakan menghilangkan rasa panas yang saat itu memang sangat menyengat.

Perjalanan masih jauh. SPBU pertama kami lalui. Rencananya kami akan isi bensin, tapi sudah nggak mungkin, antrian begitu panjang. Akhirnya SPBU kedua kami berhenti. Didit isi bensin. Dan di sini juga saya menyudahi puasa saya hari itu. Terlalu panas, tenggorokan sangat kering dan terasa sangat perih.

Setelah berhenti isi bensin, Rifa’i menawarkan diri untuk menggantikan aku mengendarai motor. Tapi saking bahagianya, aku nggak mau di ganti. Aku ingin menikmati perjalanan ini.

Perjalanan diteruskan menuju Kecamatan Pring Sewu, Kabupaten Tanggamus, Lampung Selatan. Pemandangan yang very-very nice nggak dilewatkan untuk capture beberapa objek di sana. Hingga akhirnya perut nggak bisa ditahan karena hari itu nggak puasa (nggak kuat...he..he..). Kami putuskan untuk makan dulu di sebelahnya Rumah Makan Padang Tiga Saudara, sebuah kedai makan kecil di pinggir tembok pagar rumah makan tersebut.

Makanan & minuman:
Soto 3 mangkok + nasi putih
Bakso 1 mangkok
Teh Botol 3
Air Mineral dalam kemasan 1 (merek lokal grand, bukan aqua)
Kopi tubruk 1 cangkir
Total yang harus di bayar 91ribu, wow.....mahal amat....

Aku sempat kaget karena bawa uang hanya 30ribu, ya...kurang jadinya...tapi setelah ngumpulin uang iuran, akhirnya bisa terbayar juga...he...he...jadi makan rame-rame & bayar rame-rame juga...

Perjalanan masih sangat panjang...aku masih sempat isi bensin sekali lagi. Didit sudah melaju dan nggak terlihat... Selepas mengisi bensin, motor kembali dipacu. Sesampainya di depan Rumah Sakit Immanuel Lampung belok kiri dan jalanan menyempit. Melintasi pintu perlintasan kereta api, sampailah kami di kota Tanjung Karang. Didit isi bensin, aku sholat Dhuhur dijamak & qoshar dengan Ashar, dan akupun harus menyerahkan stang motor ke Rifa’i, sudah ngantuk berat...

Minggu, 28 September 2008, 14.00:
Perjalanan dilanjutkan. Rifa’i pegang kendali. Dia langsung menuju rumah, jalannya berkelok-kelok. Pasar Pring Sewu belok kiri, teruuussss, menikung....lurus lagi...pasar Ambarawa belok kanan...ikut aja jalanan, lalu...

Minggu, 28 September 2008, 15.30:
Sampai juga di rumah...Setelah bersalaman dengan seluruh isi rumah yang nggak lain adalah keluarga besarnya Elly...aku langsung tidur, telungkup, karena pantat udah mati rasa...

Minggu, 28 September 2008, 17.30:
Aku terbangun, Ferry temanku yang di Malang telepon. Dia tanya kapan bisa ketemu di Jember. Aku bilang kalo aku ada di Lampung, dia ketawa tapi kaget...ngapain ke Lampung? Dia mau buka usaha konsultasi untuk remaja dan rumah tangga. Its good. Tapi aku mau tanya dia mau buka di mana, di Jember, Malang, Surabaya atau di mana...? Telepon keburu putus karena signal Telkomsel kurang bagus di sana.

Liburan pun dimulai...
Keesokan harinya aku pergi ke gunung tempat Bapaknya Elly. Ambil daun melinjo, pepaya masak dan pepaya muda untuk sayur, kemiri, merica, nangka muda (tewel), daun cincau...ya untuk buka nanti... Wih... kayak mall aja, tinggal ambil apa yang kita mau, tapi nggak usah bayar...enak bener kalo punya gunung...

Selama beberapa hari libur Lebaran, kerjaan cuman tidur, nonton TV, jalan-jalan ke gunung, sawah dan menyusuri jalanan sempit berlubang tapi menyenangkan, pake motor pinjeman. Saluran TV Nasional yang tertangkap bagus di Lampung antara lain RCTI, SCTV, Indosiar, Trans7, Anteve, TVRI, Space Tone (tapi kurang bersih), Elshinta TV (sangat nggak jelas, ini TV Lokal Jakarta).

Menservis pompa air di rumah, karena out put air yang sangat kecil. Semuanya dibersihkan. Tapi naas sekali, setelah diservis, air malah nggak keluar sampai sekarang...

Lebaran disana nggak jauh beda dengan di Jember. Tradisi berkunjung ke sanak dan kerabat, berkeliling kampung untuk bersilaturahmi dengan tetangga. Di sana masih ada tradisi sungkeman pakai bahasa jawa kromo inggil, wah aku bggak ngerti dan nggak bisa sama sekali. Shalat Idul Fitri dilakukan di Masjid Babussalam, Rabu tanggal 1 Oktober 2008, tapi ada yang berlebaran hari Selasa 30 September 2008.

Meski belum puas dan rasa malas untuk kembali ke Jakarta menyelimuti, mau nggak mau kami harus kembali ke Jakarta. Kerjaan sudah nunggu. Pabrik siap meng-on-kan kembali mesin-mesinnya.

Jum’at, 3 Oktober 2008, 17.00:
Mulai packing pakaian untuk dibawa kembali. Ditambah lagi oleh-oleh kue lebaran yang ada di rumah, ditambah beras 5kg, tape ketan 1 tas plastik.
Lumayan berat.

Jum’at, 3 Oktober 2008, 17.30:
Rifa’i datang ke rumah, untuk konfirmasi jam berapa mau berangkat ke Jakarta....

Jum’at, 3 Oktober 2008, 20.00:
Rifa’i bersama Bapak & Ibunya datang ke rumah, mengantarkan sang anak untuk kembali ke perantauan. Aku jadi ingat ibuku yang selalu meluangkan waktu 1 hari full kalo aku sudah mau kembali ke Jakarta. Aku telepon ibuku di Surabaya nggak diangkat, sepertinya lagi ke luar rumah...

Jum’at, 3 Oktober 2008, 21.05:
Kami berangkat kembali ke Jakarta. Sedih.....banget, aku memang bukan bagian dari keluarga ini, tapi rasanya sedih juga ketika harus meninggalkan desa ini, meski kekurangan fasilitas, jauh dari status kota, tapi ya itu yang aku rasakan, sedih.....dan dalam....banget.
Menyusuri jalan sempit, berlubang dan gelap. Sekarang giliran Rifa’i yang pegang stang motor. Aku bonceng di belakang, pegangan dengan erat karena dengan kecepatan segitu motor sangat sensitif meski dengan sedikit guncangan.
Perjalanan malam itu sangat lancar. Nggak ada macet, nggak ada kecelakaan,hanya gelap, ngerinya kalo ada yang menyeberang, jalan turunan-tanjakan dan berliku.

Jum’at, 3 Oktober 2008, 23.00:
Kami berhenti di SPBU Kalianda. Isi bensin dan ke toilet. Perjalanan dilanjutkan kembali.

Sabtu, 4 Oktober 2008, 00.30:
Kami berhenti untuk beli kemplang. Aku beli 5 pack, 1 pack 4 bungkus. Jadi aku beli 20 bungkus. Nggak perhitungan sih...jadinya susah bawanya. Ringan sih...tapi kan volumenya besar, kebawa angin jadinya berat...masuk ke dalam tas Rifa’i 1 pack, 4 pack dimasukkan ke plastik besar, aku yang bawa....

Sabtu, 4 Oktober 2008, 01.30:
Kami sudah masuk kapal di Pelabuhan Bakauheni, tanpa antri, tanpa menunggu, tanpa berdesakan, tanpa berteriak, tapi asap knalpot bus...tetep ada. Tidak lama berselang kapal berangkat. Kamipun makan nasi yang sudah disiapkan oleh Ibunya Elly. Selesai makan kami tidur, safing energi untuk perjalanan berikutnya.
Setiap kesempatan untuk ambil gambar pasti nggak pernah terlewat. Di atas kapal saat berangkat, saat turun kapal, saat di jalanan, di SPBU, di rumah, Tugu Siger Lampung, pokoknya semua moment perjalanan ini terekam dalam kamera digital Canonku. Ditambah lagi dari kamera analog temanku.

Sabtu, 4 Oktober 2008, 03.00:
Kapal sudah merapat di Pelabuhan Merak. Sekali lagi capture pakai kamera analog temanku, aku juga ingin capture dengan kamera digitalku. Waduh....tahu-tahu kameraku sudah nggak ada. Resleting tasku terbuka...jangan-jangan pas naik tangga dari dek bawah ke dek lantai 3 kapal....hee........eeeehhhhh....bukan kameranya aja yang sayang.....semua gambar ada di situ.....

Sabtu, 4 Oktober 2008, 03.05:
Motor kembali dipacu, dengan kecepatan maksimum, mumpung jalanan sepi, kami mengejar matahari, sebelum terbit matahari, kami sudah harus melewati Jakarta, kalo nggak, sudah pasti macet dan otomatis sampai rumah pasti siang.

Sabtu, 4 Oktober 2008, 03.20:
Kepala Rifa’i sudah bergoyang lebih dari 3 kali. Aku tanya dia jangan-jangan sudah ngantuk....ternyata dia memang sudah nggak kuat ngantuk. Aku menggantikannya.
Kecepatan nggak berkurang hingga pertigaan Citra Raya, Cikupa. Kakiku terasa kaku, dingin dan mati rasa. Aku mengurangi kecepatan karena khawatir kakiku nggak bisa menginjak rem. Didit sudah jauh di depan, tapi rupanya dia menungguku. Aku bilang kalau kakiku kaku, Rifa’i nggak bisa menggantikan aku, dia terlalu letih, pegangan dia sudah sering kali longgar, sering kali pula aku menarik tangannya agar berpegangan lebih erat.

Sabtu, 4 Oktober 2008, 04.00:
Kami sampai di Kalideres, pas di depan terminal.

Sabtu, 4 Oktober 2008, 05.00:
Sampai di Cawang kebingungan. Lewat jalan yang mana. Setelah menghabiskan waktu kurang lebih 4 menit untuk berputar-putar akhirnya ditemukan juga arah yang ke Kalimalang.

Sabtu, 4 Oktober 2008, 05.30:
Kami isi bensin di SPBU Kalimalang setelah melewati Lampu Merah Jati Asih. Ke toilet, langsung jalan lagi. Kecepatan tidak bisa maksimal. Sudah banyak angkot dan motor lain dengan arah yang sama.

Persis jam 06.30, aku dan Rifa’i sudah sampai di Jababeka, 06.35 sampai juga ke rumah....dan ternyata Didit belum sampai, kupikir dia malah sudah sampai duluan...Jam 07.02 Didit baru nongol di depan pintu. Lega juga akhirnya. Perjalanan ke Lampung...baru sekali ini aku ke Sumatera, meski kameraku hilang, tapi seneng juga....kalo ke Jember naik motor dari Jakarta...bisa nggak ya....

1 komentar:

  1. wah di lampung toh mas ternyata.
    alhamdulillah, tadi pagi aku dan teman-2 lagi bersih-2 rumah yang mau dijadikan sekolahnya. pokoknya doakan terus ya mas.
    oh ya, nama blogmu ganti ta mas?

    BalasHapus

Nek ngomong sing gena lo yo...